"Isy ma syi'ta fainnaka Mayyitun, Wahbib ma syi'ta fainnaka Mufarroquhu, Wa'mal ma syi'ta fainnaka Majziyun bihi"
(hiduplah sesuka hatimu tetapi (ingat) engkau pasti akan mati.Cintailah siapa pun yang ingin engkau cintai,tetapi (ingat) engkau pasti akan berpisah darinya.Berbuatlah sesuka hatimu,tetapi (ingat) engkau pasti akan mendapatkan balasannya)
(hiduplah sesuka hatimu tetapi (ingat) engkau pasti akan mati.Cintailah siapa pun yang ingin engkau cintai,tetapi (ingat) engkau pasti akan berpisah darinya.Berbuatlah sesuka hatimu,tetapi (ingat) engkau pasti akan mendapatkan balasannya)
JANGAN IRI KEPADA ORANG YANG BANYAK HARTANYA
diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Rasulullah Saw menegaskan :“ tidak dibolehkan seseorang memendam perasaan iri dan cemburu kecuali kepada dua golongan,yaitu:
pertama; orang yang dikaruniakan oleh Allah Swt harta yang melimpah, lalu orang tersebut membelanjakannya di jalan Allah Swt,
kedua; seorang hamba yang dikaruniai ilmu yang banyak, lalu hamba tersebut mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain”.
( HR. Bukhari ).
Mu’awiyah bin Abi Sufyan suatu ketika berkhutbah di atas mimbar seraya berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan memfaqihkannya (memahamkan) dalam agama.”
Hadits yang mulia di atas diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani, Al-Imam Al-Bukhari dalam beberapa tempat pada kitab Shahih-nya (no.71, 3116, 7312) dan Al-Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya (no. 1038)
Banyak orang menyangka bahwa harta yang melimpah, pangkat dan jabatan serta status sosial yang dimiliki merupakan tanda kecintaan Allah kepada seseorang dan menunjukkan Allah menginginkan kebaikan bagi pemiliknya. Tak jarang hal ini membuat pemilik kenikmatan tersebut tertipu sehingga ia lupa diri, berlaku sombong di muka bumi, melupakan Allah dan enggan untuk bersyukur.
Demikian pula orang-orang di sekitarnya, mereka ikut tertipu dengan melihat orang yang bergelimang kenikmatan tersebut sehingga mereka pun iri padanya, memimpikan dan mengangan-angankan agar mendapatkan kenikmatan yang sama.
Mengapa mereka tidak mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah Qarun, seorang yang kaya raya yang hidup di zaman Nabi Musa dan bagaimana kisah orang-orang yang tertipu dengan kenikmatan yang diperolehnya:
“Sesungguhnya Qarun itu termasuk kaumnya Musa, lalu ia berbuat dzalim dan sombong terhadap kaumnya (karena kekayaan yang dimilikinya –pen). Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya terasa berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” Carilah (kebaikan) negeri akhirat dalam apa (harta) yang Allah berikan kepadamu dan jangan lupakan bagianmu dari dunia. Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah engkau membuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata: “Aku diberikan harta ini karena pengetahuan yang kumiliki.” Tidakkah ia mengetahui sesungguhnya Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya, orang yang lebih kuat darinya dan lebih banyak hartanya, dan orang-orang yang berdosa tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka. Qarun keluar di hadapan kaumnya dalam kemegahan (memamerkan kekayaannya). Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Duhai, kiranya kami memiliki seperti apa yang diberikan kepada Qarun, sungguh ia memiliki keberuntungan yang besar.” Berkata orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Celaka kalian (jangan mengucapkan perkataan yang keliru seperti itu), pahala Allah lebih baik bagi orang yang beriman dan beramal shalih dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap adzab Allah dan tiadalah ia termasuk orang-orang yang dapat membela dirinya. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Bila Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah.” (Al-Qashash: 76-82)
WALLAHU A'LAM
Comments