Kisah Rasulullah Berani Mengakui Kesalahan

Mengakui kesalahan diri ialah salah satu perilaku yang paling berat untuk dilakukan. Terlebih bila yang melaksanakan kesalahan tersebut ialah orang yang mempunyai kedudukan atau jabatan tinggi, atau merupakan tokoh besar. Tentu mereka enggan mengakui kekhilafan diri. Bahkan, tidak sedikit yang mencari kambing hitam atas kesalahan yang diperbuatnya. 

Hanya orang besar dan yang berlapang dadalah yang berani mengakui kesalahan diri atau kekhilafannya. Mengapa demikian? Karena setiap orang mempunyai hasrat untuk dianggap penting dan mahir oleh orang lain. Oleh alasannya ialah itu, mereka beranggapan bahwa dengan mengakui kesalahan diri, maka harkat dan martabat mereka akan menurun. Tentu ini akan merugikan gambaran mereka. 

Padahal sebetulnya, berani mengakui kesalahan diri ialah perilaku yang gentle. Ia berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya. Bukan malah menyembunyikan, atau mengelaknya. 

Terkait perilaku berani mengakui kesalahan diri, kita dapat berguru dari Rasulullah. Seorang yang mempunyai kedudukan paling agung di dunia. Nabi dan Rasul terakhir. Seseorang yang paling dicintai Allah, Tuhan sekalian alam. Dan seseorang yang paling banyak diikuti dan dicintai oleh umat manusia. Meski mempunyai kedudukan yang begitu tinggi, Rasulullah selalu mengakui kekhilafan yang diperbuat.

Salah satu kisah tiba dari sebuah hadits yang diriwayatkan An-Nasa’i dan Abu Dawud dari Abu Said bin Jubair. Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa  suatu ketika Rasulullah sedang membagi-bagikan sesuatu kepada para sahabatnya. Nahasnya, pada kesempatan itu ada salah seorang sahabat yang jatuh dan mengenai pelepah kurma yang dibawa Rasulullah sampai menjerit kesakitan. 

Melihat kejadian itu, Rasulullah pribadi memanggil sahabat tersebut. Bukan menyuruhnya untuk tutup mulut, Rasulullah malah meminta sahabat tersebut untuk membalasnya. Yakni, menusuk perut Rasulullah dengan pelepah kurma juga sebagai bentuk perilaku berani mengakui kekhilafan. Tentu saja, sahabat tersebut pribadi menolak seruan tersebut. Ia mengaku sudah memaafkan apa yang dilakukan Rasulullah itu.

Kisah lain perihal Rasulullah yang berani mengakui kesalahan diri tiba dari Ibnu Umar. Dikutip buku Love, Peace, dan Respect: 30 Teladan Nabi dalam Pergaulan, diceritakan bahwa suatu dikala Rasulullah sedang mengimami shalat. Pada dikala membaca suatu surah –setelah membaca Fatihah- Rasulullah tiba-tiba lupa dan ragu untuk membaca susukan sebuah ayat dalam surah tersebut.

Setelah shalat, Rasulullah menghampiri Umar bin Khattab yang menjadi salah satu makmumnya. Kepada Umar bin Khattab, Rasulullah bertanya perihal apakah ayat yang dibacanya di dalam shalat ada yang keliru. Umar bin Khattab mengiyakan. Rasulullah salah dalam membaca ayat tersebut. 

“Aku lupa, mengapa kau tidak mengingatkan,” kata Rasulullah kepada Umar bin Khattab dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud.



Selain itu, ada kisah perihal bagaimana Rasulullah mengakui kesalahan diri yang begitu menyentuh. Dikutip dari buku Kisah Teladan Rasulullah Menghadirkan Jiwa Muraqabah Lewat Puasa, pada dikala Rasulullah jatuh sakit –beberapa hari sebelum wafat- ia meminta para sahabat untuk membawanya ke masjid. Usai didudukkan di mimbar, Rasulullah meminta Bilal untuk memanggil semua sahabatnya semoga tiba ke masjid.

Pada dikala itu, Rasulullah memberikan banyak hal. Mulai dari nasihat, petuah, sampai pertanyaan kepada para sahabatnya. Rasulullah bertanya apakah dirinya mempunyai hutang kepada para sahabatnya. Awalnya, para sahabat menjawab bahwa Rasulullah tidak mempunyai hutang sama sekali kepada para sahabat, bahkan sebaliknya. 

Akan tetapi, tiba-tiba ada seorang sahabat yang mengacungkan tangan. Akasyah namanya. Ia mengaku kalau Rasulullah mempunyai ‘masalah’ dengannya. Apakah itu disebut hutang atau tidak, ia tidak tahu. Namun yang pasti, Akasyah meminta Rasulullah untuk menuntaskan ‘masalahnya’ itu. 

Akasyah kemudian bercerita, dulu pada dikala perang Uhud, Rasulullah mengayunkan cemeti ke belakang kudanya. Akan tetapi, Akasyah menyebutkan kalau ayunan cemeti Rasulullah tersebut mengenai dadanya, bukan belakang kuda Rasulullah. Setelah mendengar kisah Akasyah, Rasulullah mengakui kalau itu ialah kekhilafannya. Rasulullah pun meminta Akasyah untuk melaksanakan hal yang sama; memukul dada Rasulullah dengan cemeti. Singkat cerita, Akasyah tidak jadi memukul Rasulullah. Ia malah memeluk badan Rasulullah dengan erat. 

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Comments