Kisah Karomah Sayyidina Umar Bin Khattab

Mengenal Sayyidina Umar

Beliau yakni Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rayyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Luay. Berbeda dengan sahabat lain yang merahasiakan keislamannya, Sayyidina Umar bin Khattab ra. justru mengumumkannya pada ketika masuk Islam. Bahkan ketika Rasulullah saw. memintanya untuk merahasiakan keislamannya, Umar justru berkata kepada beliau, “Tidak, ya Rasulullah, sebagaimana saya dahulu mengumumkan keterusteranganku dalam kesyirikan, saya pun akan mengumumkan secara terus terang perihal keislamanku.” Demikian sebagaimana sanggup dipahami dari hadits Jabir bin Abdullah ra., yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah rh. (Mushannif: 37029), Abu Naim (Hilyah: I/39) dan As-Syaikh Abdur Razaq (Mushannif: 35879): Umar (bin Khattab ra.) berkata, “Saudaraku sakit alasannya yakni melahirkan.” Umar berkata, “Ia mengeluarkan saya dari rumah, saya kemudian masuk di balik klambu (satir) Ka’bah pada suatu malam yang dingin, Nabi tiba kemudian masuk ke Hijir (Ismail) membawa kedua sandalnya, dia shalat semampunya sesuai kehendak Allah kemudian keluar. Aku mendengar sesuatu yang saya belum pernah dengar sebelumnya. Aku keluar dan mengikutinya, dia bertanya, “Siapa ini?” Aku menjawab, “Umar!” Beliau berkata, “Ya Umar, mengapa engkau mengikutiku malam dan siang?” Aku khawatir dia memanggilku, saya kemudian berkata, “Aku bersaksi bahwa, tiada Tuhan selain Allah dan kau yakni utusan Allah.” Nabi berkata, “Hai Umar rahasiakan (Islammu)!” Aku berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan haq, saya akan mengumumkannya (secara terus terang), sebagaimana saya berterus terang mengumumkan kesyirikanku.”

Beliau mendapat keistimewaan dari Allah swt., dengan menimbulkan lisan (lisan) dan hatinya berkata benar, sebagaimana hadits Abu Hurairah, riwayat Ahmad (9213), Hakim (Al-Mustadrak: 4502), Ibnu Hibban (6889 & 6895), Ibnu Abi Syaibah (32649) dan hadits Abdullah bin Umar ra., riwayat Imam Turmudzi (3682) dan Thabrani (3330): Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menimbulkan kebenaran atas lisan dan hati Umar.”

Sebagaimana sahabat Abu Bakar As-Shiddiq ra. dia juga mendapat gelar Al-Faruq: Sesungguhnya Allah telah menimbulkan kebenaran atas lisan (lisan) dan hati Umar, dia yakni Al-Faruq. Allah memisahkan antara haq (benar) dan bathil (kebatilan) pada diri Umar.

Rasulullah saw. sendiri yang memperlihatkan julukan itu, sebagaimana penegasan Sayyidatina Ummul Mukminin Aisyah ra. riwayat dari Abu Amr Dzakwan ra. oleh Abi Sa’ad ra. berikut ini: Aku (Dzakwan) bertanya kepada Aisyah, “Siapa yang memperlihatkan gelar Al-Faruq?” Aisyah menjawab, “Nabi saw.”



Karomah Sayyidina Umar bin Khattab

1.) Karomah dia yang masyhur dan populer, yang dipercayai oleh semua ulama termasuk Ibnu Taimiyah dan ulama Wahabi yakni dia sanggup melihat insiden yang jaraknya sangat jauh, lebih dari seribu kilometer. Suatu ketika dia sedang di dalam tengah-tengah khutbahnya, dari mimbarnya dia melihat tentara yang dikirimnya hampir saja mengalami kekalahan, dia mengetahui kondisi ini, sehingga dia memanggil komandan perang dan memberi peringatan, dengan memanggil dan mengingatkannya semoga melihat ke arah gunung, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi (Al-I’tiqad: 289) dan yang lainnya: Umar bin Khattab ra., mengirim pasukan perang dan menunjuk komandan mereka berjulukan Sariyah. Suatu ketika Umar sedang berkhutbah, ia tiba-tiba berteriak dari atas mimbar, “Hai Sariyah (bin Hushein), (awas) gunung, hai Sariyah, (awas) gunung!” Ketika utusan pasukan perang tiba (di Madinah), ia bertanya, “Ya Amirul Mukminin, kita bertemu (dengan) musuh, mereka (hampir) mengalahkan kami, tiba-tiba ada seseorang berteriak, “Hai Sariyah, (awas) gunung, hai Sariyah, (awas) gunung!” Kemudian kami menguatkan barisan dengan berbalik ke arah gunung. Allah kemudian memporakporandakan mereka.” Disampaikan kepada Umar, “Engkaukah yang berteriak itu?”

2.) Mengirim surat ke sungai Nil di (Cairo) Mesir, yaitu ketika sungai Nil tidak lagi mengalirkan air. Orang-orang Mesir kuno mempercayai bahwa kalau sungai Nil tidak diberikan sesaji/tumbal perempuan cantik, maka sungai Nil tidak akan mengalir airnya. Ketika hal itu akan dilakukan oleh masyarakat, penguasa Mesir ketika itu, sahabat Amr bin Ash ra., melarangnya. Beliau berkonsultasi dan menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab ra. di Madinah. Sayyidina Umar bin Khattab ra. kemudian menulis surat jawaban ditujukan kepada sungai Nil sesuatu yang tidak biasa. Hal ini diterangkan dalam beberapa kitab tafsir, di antaranya dalam Tafsir Mafatihul Ghaib karya As-Syaikh Al-Imam Fakhrur Razi berikut ini: Diceritakan bahwa sungai Nil pada zaman Jahiliyah setiap setahun sekali airnya berhenti mengalir, Nil tidak akan mengalirkan airnya sehingga dimasukkan ke dalamnya (sebagai sesaji) seorang perempuan cantik. Ketika Islam masuk (ke Mesir) Amr bin Ash menulis surat melaporkan insiden ini kepada (Khalifah) Umar (bin Khattab ra.). (Sayyidina) Umar kemudian berkirim goresan pena di atas kerikil bata, “Hai (sungai) Nil, kalau kau mengalir atas kehendak Allah, maka mengalirlah! Jika kau mengalir alasannya yakni kehendakmu, maka kami tidak membutuhkanmu!” Batu bata itu kemudian dilemparkan ke dalam sungai Nil, dan sungai Nil mengalirkan air. Setelah insiden itu tidak (pernah) berhenti mengalir.

3.) Gempa bumi berhenti, ketika dia memukulkan tongkat seraya berkata, “Diamlah!” maka seketika itu bumi menjadi membisu dan tenang: Gempa bumi terjadi di Madinah (Al-Munawwaroh), (Sayyidina) Umar kemudian memukulkan sebuah kerikil ke bumi sambil berkata, “Diamlah kau atas izin Allah.” Bumi kemudian berhenti dan tenang. Setelah itu Madinah tidak pernah terjadi gempa

4.) Kebakaran padam alasannya yakni goresan pena dia di atas kerikil bata, sebagaimana bisa dipahamai dari keterangan berikut: Kebakaran terjadi di rumah-rumah penduduk Madinah (Al-Munawwaroh), Sayyidina Umar kemudian menulis di atas kerikil bata, “Hai api tenanglah atas izin Allah.” Tulisan itu dilempar ke tengah-tengah api, kemudian api itu padam (seketika).

5.) Dijaga dua harimau seorang utusan Raja Romawi tiba menemui Sayyidina Umar bin Khattab. Utusan itu menemukan Umar bin Khattab sedang tertidur pulas sendirian di tengah padang pasir. Melihat keadaan ibarat ini muncullah niat jahatnya untuk membunuhnya. Akan tetapi pada ketika utusan Romawi itu mencabut pedangnya, tiba-tiba muncul dua ekor harimau, sebagaimana klarifikasi berikut ini: Diceritakan seorang utusan Raja Romawi tiba kepada (Sayyidina) Umar (bin Khattab ra.), ia mencari tempat tinggal Umar. Utusan itu mengira rumahnya ibarat istana para raja. Para sahabat (yang ditemui utusan itu) menjawab, “Tidak ibarat itu rumahnya, ia ada di padang pasir sedang menciptakan bata.” Ketika utusan itu hingga di padang pasir, ia menemukan (Sayyidina) Umar ra. meletakkan pedangnya di bawah kepalanya, sedang tertidur pulas di atas pasir. Utusan itu tertegun, dan bergumam, “Seorang yang begitu dikenal di potongan Timur dan Barat, ditakuti oleh semua orang, tetapi orang ini sangat bersahaja.” Utusan itu kemudian berucap, “Aku menemukannya sendirian, akan kubunuh dia dan saya akan terbebas dari (dakwaan) orang-orang.” Ketika ia mencabut pedangnya, Allah memunculkan dua harimau dari perut bumi, mendekati utusan itu. Utusan itu ketakutan dan jatuhlah pedangnya. (Sayyidina) Umar terbangun dari tidurnya, ia tidak mengetahui apa (yang terjadi), maka ia bertanya kepada utusan itu perihal yang terjadi. Utusan itu menceritakan kepadanya, kemudian ia masuk Islam.

6.) Karomah Sayyidina Umar yang lain, dia pernah bertanya kepada seseorang perihal asal-usulnya, namun jawabannya nyeleneh, sehingga dia berkata, “Kembalilah kau ke rumahmu, rumah dan keluargamu telah terbakar, demikian sebagaimana dituturkan dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik (3570) dari Yahya bin Sa’id berikut ini: Umar bin Khattab ra. bertanya kepada seorang laki-laki, “Siapa namamu?” Laki-laki itu menjawab, “Bara (api).” Tanya Umar, “Anak siapa?” Jawab pria itu, “Ibnu Syihab.” Umar bertanya (lagi), “Dari keluarga siapa lagi?” Laki-laki itu menjawab, “Dari keluarga (besar) Huroqoh.” Umar bertanya lagi, “Dari mana asalmu?” Laki-laki itu menjawab, “Dari kampung (desa) An-Nar.” Umar masih bertanya, “Dimana itu?” “Di tempat Ladhdhy,” jawab pria itu. Umar berkata, “Pulanglah, temuilah keluargamu, mereka sedang kebakaran.” Rawi menyampaikan bahwa sesampai di rumah, pria itu menjumpai keluarganya ibarat keadaan yang dituturkan Umar bin Khattab ra. 

Karomah sahabat Umar bin Khattab ra. di atas, secara panjang lebar diterangkan oleh Imam Nidhamuddin Al-Hasan bin Muhammad bin Husein Al-Qummy An-Naisaburi dalam kitabnya Ghora’ibul Qur’an Fi Ragha’ibul Furqan, Imam An-Naisabury dalam kitab tafsirnya An-Naisaburi, Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Al-Qommasy dalam tafsirnya Al-Hawi Fi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim / Al-Musytaq Fi Tafsir Al-Maliki Al-Khallaq, dan lain-lain.

Wallahu A’lam


Sumber: Buku “Kesahihan Dalil Keramat Wali” karya KH.M. Hanif Muslich, Lc.

Comments