Hikmah Debu Yazid Al-Bustami Perihal Ujub

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ

Sahabatku rahimakumullah..

Dalam kehidupan kita, seringkali kita juga lebih gampang untuk mendapat pelajaran dari cerita-cerita sederhana ketimbang uraian-uraian panjang yang ilmiah. Berikut ini sebuah kisah dari Guru Sufi terkenal, Bayazid Al-Busthami, yang insya Allah, sanggup kita ambil pelajaran daripadanya;

Di samping seorang sufi, Bayazid juga ialah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga mempunyai murid yang banyak. Santri itu juga menjadi Kyai bagi jamaahnya sendiri. Karena telah mempunyai murid, santri ini selalu menggunakan pakaian yang menunjukkan kesalehannya, menyerupai baju putih, serban, dan wewangian tertentu.


Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Bayazid, "Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tidak pernah saksikan apa-pun yang Tuan pernah gambarkan."

Bayazid menjawab, "Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau tidak akan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu."

Murid itu heran, "Mengapa, ya Tuan Guru?"

"Karena kau tertutup oleh dirimu," jawab Bayazid.

"Bisakah kau obati saya semoga hijab itu tersingkap?" pinta sang murid.

"Bisa," ucap Bayazid, "tapi kau mustahil akan melakukannya."

"Tentu saja akan saya lakukan," sanggah murid itu.

"Baiklah jikalau begitu," kata Bayazid, "sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin bawah umur kecil di sana. Katakan pada mereka, "Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar saya satu kali, saya beri satu kantung kacang." Lalu datangilah daerah di mana jamaah kau sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, "Siapa yang mau menampar mukaku, saya beri satu kantung kacang!""

"Subhanallah, masya Allah, Lailahailallah," kata murid itu terkejut.

Bayazid berkata, "Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia bermetamorfosis mukmin. Tapi jikalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir."

Murid itu keheranan, "Mengapa bisa begitu?"

Bayazid menjawab, "Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal bekerjsama kau sedang memuji dirimu. Ketika kau katakan: Tuhan mahasuci, seolah-olah kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu."

"Kalau begitu," murid itu kembali meminta, "berilah saya pesan tersirat lain."

Bayazid menjawab, "Bukankah saya sudah bilang, kau takkan bisa melakukannya!"

Sahabatku rahimakumullah.
Kisah sufi ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Bayazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat gampang terkena penyakit ujub dan takabur.

"Hati-hatilah kalian dengan ujub," pesan Iblis. Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah. Tetapi sebab takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya.

Takabur sanggup terjadi sebab amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Bayazid menyuruh kita menjadi orang hina semoga ego dan cita-cita kita untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa ialah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. Hanya dengan itu kita bisa mencapai hadirat Allah swt.

Orang-orang yang suka mengaji juga sanggup jatuh kepada ujub. Mereka merasa telah mempunyai ilmu yang banyak. Suatu hari, seseorang tiba kepada Nabi saw, "Ya Rasulallah, saya rasa saya telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang sanggup kupegang teguh?" Nabi menjawab, :"Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian ber-istiqamah-lah kamu."

Ujub seringkali terjadi di kalangan orang yang banyak beribadat. Orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan semoga membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi.

Orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di tengah masyarakat. Orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan daerah yang memadai statusnya. Sebagai spesialis ibadat, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi daerah duduk yang paling utama.

Dari kisah ini pun kita sanggup mengambil pesan tersirat bahwa Ujub dan Takabur menjadi penghalang naiknya insan ke tingkat yang lebih tinggi.

Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita serendah mungkin. Seperti yang dinasehatkan Bayazid Al-Busthami kepada murid/santrinya.


Jemputan Artikel : https://romanacinta.blogspot.com/search?q=pelajaran-dari-abu-yazid-al-busthami

Sumber http://tarekataulia.blogspot.com/

Comments