Abu Bakar Ash-Shiddiiq (11-13 H)

Nama lengkap ia yaitu Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar yaitu shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani Rasulullah semenjak awal diutusnya ia sebagai Rasul, ia termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar mempunyai julukan “Ash-Shiddiq” dan “Atiq”.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” alasannya dikala terjadi tragedi isra` mi`raj, orang-orang mendustakan tragedi tersebut, sedangkan Abu Bakar pribadi membenarkan.

Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : “…sedang dia salah seorang dari dua orang dikala keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah : 40)

`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini menyampaikan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.
Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)


Al-Imam adz-Dzahabi sesudah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, ia meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar : ”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang tiba dengan membawa kebenaran yaitu Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya yaitu Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”

Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku kemudian mendatangi ia dan bertanya “Siapa insan yang paling engkau cintai?” ia bersabda : ”Aisyah” saya berkata : “kalau dari lelaki?” ia menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” saya berkata : “lalu siapa?” ia menjawab: “Umar” kemudian menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menimbulkan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan bila saja saya mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan saya jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, kemudian bersabda : ”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu menentukan apa yang di sisi-Nya”, kemudian Abu bakar menangis dan menangis, kemudian berkata : ”Ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu”. Abu Sa`id berkata : “Yang dimaksud hamba tersebut yaitu Rasulullah, dan Abu Bakar yaitu orang yang paling tahu diantara kami”. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memperlihatkan donasi kepadaku dengan harta dan persahabatannya yaitu Abu Bakar. Andaikan saya boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada komplemen : “selain rabb-ku”), niscaya saya akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini yaitu persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu yaitu pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan saya (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR. Bukhari)


Masa Kekhalifahan

Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu`anha, bahwa dikala Rasulullah wafat, Abu Bakar tiba dengan menunggang kuda dari rumah ia yang berada di kawasan Sunh. Beliau turun dari binatang tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara hingga akibatnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua maut pada dirimu. Adapun maut yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kau berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak sanggup mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi tanggapan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)

Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata : “Demi Allah, seolah-olah orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini hingga Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang mendapatkan ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”

Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar dikala itu berkata : “Demi Allah, tampaknya saya gres mendengar ayat itu dikala dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai saya tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga saya tertunduk ke tanah dikala saya mendengar Abu Bakar membacanya. Kini saya sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”

Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “Maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah”. Mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!”. Maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera tidak boleh Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan bahu-membahu hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya”. Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, ia berkata : “Kami yaitu pemimpin, sedangkan kalian yaitu para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami yaitu pemimpin, sedangkan kalian yaitu para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) yaitu suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.” Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau yaitu sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar kemudian memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “Kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)

Menurut `ulama andal sejarah, Abu Bakar mendapatkan jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika ia telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang perempuan desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan saya akan tetap mendapatkan jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya saya berharap dengan jabatan yang telah saya sandang kini ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.

Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, ia memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, ia lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. ia memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan pribadi menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang perjaka yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”

Maka Abu Quhafah bangkit dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya dikala unta itu belum sempat bersimpuh dengan tepat sambil berkata : “Wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa senang dengan kedatangan putranya tersebut.

Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah ibarat Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “Wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu yaitu orang-orang (yang baik). Oleh alasannya itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja saya tidak akan mempunyai kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang tiba kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.


Wafatnya

Menurut para `ulama andal sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia ia dikala meninggal dunia yaitu 63 tahun. Beliau berwasiat semoga jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian ia dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun pribadi ke dalam liang lahat yaitu putranya yang berjulukan Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.



Sumber :
- Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir.
- Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah -Al-Kabaa`ir karya Adz-Dzahabi.

Comments