Mariyah Al-Qibtiyah



Seorang perempuan asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan kemudian dinikahi oleh Rasulullah dan menerima seorang putra berjulukan Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia didanai oleh Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.
Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah yaitu budak Rasulullah yang kemudian dia bebaskan dan dia nikahi. Rasulullah memperlakukan Mariyah sebagaimana dia memperlakukan istri-istri dia yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia yaitu istri Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahirn, sesudah Khadijah.


Dari Mesir ke Yastrib

Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya yaitu Mariyah binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya yaitu penganut agarna Masehi Romawi. Setelah dewasa, bersarna saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan pada Raja Muqauqis.


Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui Hatib bin Baltaah, rnenyeru raja supaya memeluk Islam. Raja Muqauqis mendapatkan Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak berjulukan Maburi, serta hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan Hatib rnerasakan kesedihan hati Mariyah alasannya yaitu harus rneninggalkan kampung halamannya. Hatib rnenghibur mereka dengan menceritakan Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka merneluk Islam. Mereka pun menerirna permintaan tersebut.

Rasulullah tel?h mendapatkan kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak sumbangan Muqauqis itu. Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang bagus itu sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah rnasjid.


Ibrahim bin Muhammad

Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah sesudah Khadijah r.a. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar gosip kehamilan Mariyah, terlebih sesudah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.

Mariyah mengandung sesudah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya menciptakan istri-istri Rasul cemburu dikarenakan telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim a.s.. Lalu dia memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah . dengan gembira.

Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan mayoritas pada kaum wanita. Rasa cemburu sernakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya diam-diam pertemuan Rasulullah.

dengan Mariyah di rumah Hafshah sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini mengakibatkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah rnengharamkan Mariyah atas diri beliau. Kaitannya dengan hal itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya :
“Hai Muhammad, mengapa kau mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kau mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)

Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada perempuan kecuali kepada Mariyah alasannya yaitu dia berparas bagus dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, kemudian dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, dia sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh alasannya yaitu itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi dia tetap mendatangi daerah itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi karni.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”

Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah sesudah Ali ra. menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya yaitu pria yang telah dikebiri oleh raja.

Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malarn, dikala sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi . bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak sanggup menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”

Tanpa dia sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, dia kembali bersabda,
“Wahai Ibrahim, seandainya mi bukan penintah yang haq, kesepakatan yang benar, dan masa simpulan kita yang menyusuli masa awal kita, pasti kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang mengakibatkan murka Allah.”

Demikianlah keadaan Nabi dikala menghadapi maut putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, dia tetap berada dalam jalur yang masuk akal sehingga tetap menjadi pola bagi seluruh insan dikala menghadapi cobaan besar.

Rasulullah . mengurus sendiri mayat anaknya kemudian dia menguburkannya di Baqi’.


Saat Wafatnya

Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun sesudah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati mayat Sayyidah Mariyah al-Qibtiyah, kemudian dikebumikan di Baqi’. Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.
Sumber :
- Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh.


Comments