Multi Level Marketing


Multi Level Marketing yakni sebuah sistem penjualan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Islam. Leiteratur fiqih klasik tentu tidak memuat hal menyerupai MLM itu. Sebab MLM ini memang sebuah fenomena yang gres dalam dunia marketing.
Hukum Mengikuiti Bisnis MLM
Karena MLM itu masuk dalam serpihan Muamalat, maka pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya yakni boleh. Dalam hal ini maksudnya yakni dalam duduk masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata tidak boleh atau diharamkan dalam syariah Islam.

Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, contohnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan ihwal haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti Dan Ketahui Dengan Pasti
Maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan menciptakan anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan anda atas sebuah usulan ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan usulan cepat kaya dan seterusnya.
Sebaiknya anda harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan terperinci kehalalannya, baik zatnya maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi Syariah
Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada ratifikasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti duduk masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga andal dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Kaprikornus jangan terlalu gampang dulu untuk menyampaikan bebas duduk masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Hindari Produk Musuh Islam
Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara pribadi atau pun tidak langsung. Bukna mustahil ternyata perusahaan induknya malah menjadi donatur musuh Islam dan manfaatnya bisinis ini malah dipakai untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.
Meski pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau berhubungan yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di masa sekarang sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.
Jangan Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini yakni dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan bermacam-macam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, kendaraan beroda empat built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.
Dengan rumus hitung-hitungan yang dibentuk menyerupai masuk akal, kesannya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun dini`. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Dan simbol-simbol kekayaan menyerupai menggunakan jas dan dasi, pertemuan di gedung glamor atau kemana-mana naik kendaraan beroda empat seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang agen itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang dipakai pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya gambaran bahwa dirinya yakni orang penting di dalam perusahaan glamor kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.
Kami tidak menyampaikan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati Dengan Mengeksploitir Dalil
Yang harus diperhatikan pula yakni penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang menciptakan keterangan yang kurang tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu profesinya yakni pedagang . Yang benar yakni ia memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum ia diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun sesudah menjadi nabi, ia tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) ia yakni dari harta rampasan perang / ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menyampaikan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi ia pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang yang diprospek itu umat Islam, atau ustaz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, kemudian dengan yummy kita tancap gas tanpa menyidik kembali dalil yang kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan ia itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu yakni sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melaksanakan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang /jasa dan mendapat imbalan materi. Kaprikornus tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu yakni pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.
Jangan Sampai Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas
MLM itu memang sering menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot impian dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan alasannya menggunakan sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka jangan hingga jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu gotong royong yakni industri yang mengeluarkan produk secara massal.
Padahal umat ini butuh orang-orang yang bisa berkreasi, mencipta, melaksanakan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, menyampaikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu : B E R J U A L A N produk sebuah industri.
Etika Penawaran
Salah satu hal yang paling `mengganggu` dari sistem pemasaran pribadi yakni metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah ujung tombak dari sistem penjualan pribadi dan sekaligus juga disitulah titik yang mengakibatkan masalah.
Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering dipakai yakni prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Misalnya seorang teman usang yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka pembicaraan masa kemudian yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada akad bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menyampaikan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Hanya saja alasannya mitra lama, tidak yummy juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang pada dasarnya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada ketika mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang agen bisa bermasalah.
Atau suasana yang penting menjadi terganggu alasannya adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian bermetamorfosis ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa mengganggu.

Comments