CINTA ILMU (حُبُّ الْعِلْمِ)*
اَلْعِلْمُ نُوْرٌ وَجَنَّةٌ وَمِفْتَاحُهَا السُّؤَلُ ,
begitulah kata ustadz Umar Abdul Jabbar dalam kitabnya “Almuntakhobat
Fi Almakhfudhot”. Ilmu itu laksana cahaya. Seperti sebuah perumpamaan:
“Seseorang tidak akan mampu berjalan dalam kegelapan tanpa lampu
(cahaya), begitu juga ia tidak akan mampu membedakan mana yang benar dan
mana yang bathil tanpa ilmu”. Ilmu juga diibaratkan seperti surga,
tidak akan bisa masuk ke dalamnya kecuali orang yang memiliki kuncinya.
Dan kunci memasukinya adalah bertanya.
Bertanya
memang hal yang sepele. Banyak diantara kita yang sungkan bertanya.
Padahal kita tidak mengetahuinya. Dengan bertanya kita akan mengetahui
hal yang tidak kita pahami sebelumnya. ustadz Umar menambahkan bahwa: السُّؤَالُ نِصْفُ الْعِلْمِ.
Apabila seorang murid bertanya tentang suatu hal dengan pertanyaan yang
baik (sopan), maka seakan-akan murid tersebut telah mengetahui separuh
ilmu.
Lalu pada siapakah kita akan bertanya?
Ada
sebuah anjuran bagi kita untuk bertanya tentang semua hal kepada guru.
Karena beliaulah orang yang lebih mengetahui dibanding kita.
Lalu siapakah guru itu?
Guru
adalah orang yang mengajari kita ilmu, yang menuntun kita pada
kebaikan. Tak pandang bulu, jika orang tersebut mengajari kita suatu
ilmu meskipun dia lebih muda dari kita, dialah guru kita. Kita tidak
diperkenankan bertanya kepada orang yang tidak memiliki ilmu. Karena dia
akan menyesatkan kita dengan jawabannya. Telah termaktub dalam Alqur’an
bahwa kita diperintah bertanya kepada ahli ilmu.
"فَاسْئَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ"
Maka
wajib bagi kita menta’ati guru kita. Karena keta’atan wajib hukumnya
bagi murid kepada guru. Tidak diperkenankan (haram) seorang murid
menghina gurunya, atau bahkan menganggap Beliau sebagai mantan gurunya.
Meskipun sudah bisa dikatakan, kita lebih pintar dari guru kita. Sampai
kapanpun Beliau tetap menjadi guru baginya. Jika hinaan itu ia lakukan,
maka ia layak disebut sebagai murid durhaka. Akan percuma ilmu yang ia
peroleh tanpa keta’atan kepada guru. Karena mereka adalah penerus para
nabi. Di tangan merekalah negeri ini maju, bersinar lantaran cahaya
keilmuan mereka.
Ilmu
sangatlah berharga. Lebih berharga daripada harta benda apapun. Jikalau
kita disuruh memilih diantara ilmu dan harta. Cukuplah bagi kita ilmu.
Ilmu tidak akan lenyap, sedang harta akan sirna, karena sifat harta itu
tidak kekal. Mungkin hari ini kita punya harta bisa jadi suatu saat
harta tersebut hilang. Sedang ilmu tetap dan menjadi penjaga bagi
pemiliknya. Sahabat Ali berkata:
"اَشْرَفُ الْاَشْيَاءِ الْعِلْمُ، اِنَّ اللهَ عَالِمٌ يُحِبُّ كُلَّ عَالِمٍ"
Sebaik-baik
sesuatu itu ilmu, sesungguhnya Allah itu maha mengetahui, mencintai
setiap orang yang berilmu. Untuk itu mencari ilmu itu lebih baik
dibanding mencari harta benda. Tidaklah ada kemulyaan seperti ilmu.
Kemulyaan yang kita dapat dari ilmu akan membawa kita pada kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Sedang kemulyaan yang kita dapatkan dari
harta yang bersifat sementara itu, apalagi kita tidak mampu
mempergunakannya dengan tepat, akan mengalahkan kita. Bukannya harta
yang akan menjaga kita, justru malah kita yang akan menjaganya,
menjadikan kita budak dari harta, karena rasa was-was kita akan
kehilangan harta.
Tak
ada alasan bagi kita untuk tidak mencari ilmu. Bahkan ketentuan mencari
ilmu itu sampai kita menjumpai ajal kita. Kalaupun ada orang yang tidak
mau belajar mencari ilmu, ia dikategorikan sebagai orang malas. Dan
orang malas itu diibaratkan seperti mayit, yang tidak mempunyai manfaat
bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan berujung pada kegagalan
hidup. Sebagaimana kata penyair:
يَعِيـْشُ الْمَـرْأُ بِعَقْلِـهِ # إِنَّ الْكَسْلَانَ مَيِّـتٌ
يَشِيْنُ الْفَتَى قِلَّةُ عَقْلِــهِ # وَلَوْ كَـرُمَ حَسَـبٌ
Seseorang
itu hidup dengan akalnya (kepandaiannya), sesungguhnya orang yang malas
itu seperti mayit (orang mati). Seorang pemuda itu hina (rendah
kedudukannya) karena sedikit akalnya (bodoh), walaupun mulya nasabnya.
Sekarang
ini, banyak pemuda berbondong-bondong mencari harta, mengumpulkan uang,
menimbun kekayaan. Mereka mengabaikan kewajiban mereka mencari ilmu.
Mereka lebih memilih mencari pekerjaan dibanding mencari ilmu. Tanpa
mereka sadari, mereka akan lebih mudah mencari pekerjaan dengan bekal
ilmu daripada mereka mencari pekerjaan tanpa bermodalkan ilmu. Bahkan
mereka dapat menciptakan pekerjaan yang berguna bagi dirinya dan orang
lain. Semua orang yang hidup di dunia ini ibarat seorang musafir
(penggembara/perantau) yang melakukan perjalanan jauh dengan membawa
bekal. Jika bekal yang ia bawa hanya berupa makanan dan minuman, tentu
ditengah perjalanan akan habis ia makan. Jika bekal yang ia bawa hanya
berupa harta benda, itupun akan habis juga. Karena ia harus menjualnya
untuk bertahan hidup. Tapi jika yang ia bawa hanya berupa ilmu. Ia tidak
akan kwatir mati kelaparan. Dengan ilmu, ia bisa mencari pekerjaan
bahkan menciptakan pekerjaan diperantauan. Karena sebaik-baik bekal
adalah ilmu.
"مَنْ
َارَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ اَرَادَ الْاَخِرَةَ
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ اَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ"
Bila
kita sudah diberi nikmat Allah SWT berupa ilmu, maka wajib bagi kita
mensyukurinya dengan cara menjaganya. Bagaimanapun juga ilmu itu ibarat
tanaman yang harus dijaga dan dirawat dari hama yang bisa merusaknya.
Akan percuma jika kita hanya sekedar menanam tanaman kemudian kita
biarkan begitu saja. Tanaman tersebut akan rusak dan kita akan
menyesalinya. Adapun hama dari ilmu itu lupa. Memang sudah menjadi
kodrat manusia sebagai tempat salah dan lupa. Akan tetapi hal itu tidak
bisa menjadi alasan untuk kita tidak menjaganya. Allah tidak memberikan
keutamaan berupa ilmu kepada manusia melainkan sedikit. Maka wajib bagi
kita untuk menjaganya dari kelalaian dan tidak menyia-nyiakannya. Jika
kita menyia-nyiakan ilmu maka kita telah menyia-nyiakan amanah yang
telah Allah berikan pada kita. Dan jika kita menyia-nyiakan amanah
berarti kita termasuk orang munafik.
Betapapun
banyaknya ilmu yang kita kuasai, tak akan sempurna tanpa kita
mengamalkannya. Itulah salah satu cara kita menjaganya. Ilmu tanpa amal
seperti pohon tanpa buah. Dengan ilmu, orang tidak akan menjadi mulya
kedudukannya, tidak akan berhias cahaya diwajahnya, tidak akan berguna
bagi siapapun juga, kecuali ia mau mengamalkannya. Mengamalkan ilmu
dengan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari atau mengajarkannya
kepada orang lain. Jika tidak, ia tidak akan merasakan manisnya ilmu.
Comments