Bidadari Surga dalam Penggambaran al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an sering menyebutkan kenikmatan-kenikmatan yang dijanjikan Allah  kepada hamba-hambanya yang beriman yang akan diperolehnya nanti di surga, karena surga adalah tempat bersenang-senang dalam keridhaan allah. sedangkan dunia sebagai darul ibtila’ wal imtihan, negeri tempat ujian dan cobaan.

Di dalam surga, penghuninya akan mendapatkan apa saja yang di inginkan. Allah katakan dalam al-quran yang agung:
يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِنْ ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ ۖ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ ۖ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya". (surat az-zukhruf ayat 71)

Al-‘Allamah Abdurrahman ibnu Nashir as-Sa’di t menafsirkan ayat di atas dengan ucapannya, “Kalimat (dalam ayat) ini merupakan lafadz yang jami’ (mengumpulkan semuanya). Ia mencakup seluruh kenikmatan dan kegembiraan, penenteram mata, dan penyenang jiwa. Jadi, seluruh yang diinginkan jiwa, baik makanan, minuman, pakaian, maupun pergaulan dengan pasangan hidup, demikian pula hal-hal yang menyenangkan pandangan mata berupa pemandangan yang bagus, pepohonan yang indah, hewan-hewan ternak, dan bangunan-bangunan yang dihiasi, semuanya bisa didapatkan di dalam surga. Semuanya telah tersedia bagi penghuninya dengan cara yang paling sempurna dan paling utama.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 769)

Di antara kenikmatan surga adalah beroleh pasangan/istri berupa bidadari surga yang jelita. Al-Qur’anul Karim menggambarkan sifat dan kemolekan mereka dalam banyak ayat, di antaranya:


1. Surat an-Naba ayat 31—36
(31). إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan.
(32). حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا
(yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,
(33). وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا
dan gadis-gadis remaja yang sebaya,
(34). وَكَأْسًا دِهَاقًا
dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).
(35). لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا
Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.
(36). جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا
Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak,

Ibnu Abbas, Mujahid, dan selainnya menafsirkan bahwa kawa’ib adalah nawahid, yakni buah dada bidadari-bidadari tersebut tegak, tidak terkulai jatuh, karena mereka adalah gadis-gadis perawan yang atrab, yaitu sama umurnya/sebaya. (Tafsir Ibni Katsir, 7/241)


2. Surat al-Waqi’ah ayat 35—37
 (35). إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً
Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
(36). فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,
(37). عُرُبًا أَتْرَابًا
penuh cinta lagi sebaya umurnya.

Wanita penduduk surga diciptakan Allah  dengan penciptaan yang tidak sama dengan keadaannya ketika di dunia. Mereka diciptakan dengan bentuk dan sifat yang paling sempurna yang tidak dapat binasa. Mereka semuanya, baik bidadari surga maupun wanita penduduk dunia yang menghuni surga, dijadikan Allah sebagai gadis-gadis yang perawan selamanya dalam seluruh keadaan.

Mereka senantiasa mengundang kecintaan suami mereka dengan tutur kata yang baik, bentuk dan penampilan yang indah, kecantikan paras, serta rasa cintanya kepada suami.
Apabila wanita surga ini berbicara, orang yang mendengarnya ingin andai ucapannya tidak pernah berhenti, khususnya ketika wanita surga berdendang dengan suara mereka yang lembut dan merdu menawan hati.

Apabila suaminya melihat adab, sifat, dan kemanjaannya, penuhlah hati si suami dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Apabila si wanita surga berpindah dari satu tempat ke tempat lain, penuhlah tempat tersebut dengan wangi yang semerbak dan cahaya. Saat “berhubungan” dengan suaminya, ia melakukan yang terbaik.
Usia mereka, para wanita surga ini, sebaya, 33 tahun, sebagai usia puncak/matang dan akhir usia anak muda.

Allah  menciptakan mereka sebagai perempuan yang selalu gadis lagi sebaya, selalu sepakat satu dengan yang lain, tidak pernah berselisih, saling dekat, ridha dan diridhai, tidak pernah bersedih, tidak pula membuat sedih yang lain. Bahkan, mereka adalah jiwa-jiwa yang bahagia, menyejukkan mata, dan mencemerlangkan pandangan. (Lihat keterangan al-Allamah as-Sa’di t dalam Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 834)

3. Surat ar-Rahman ayat 55—58
(55). فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(56). فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.
(57). فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(58). كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ
Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.

Mereka menundukkan pandangan dari melihat selain suami-suami mereka sehingga mereka tidak pernah melihat sesuatu yang lebih bagus daripada suami-suami mereka. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas c dan lainnya.

Diriwayatkan bahwa salah seorang dari mereka berkata kepada suaminya, “Demi Allah! Aku tidak pernah melihat di dalam surga ini sesuatu yang lebih bagus daripada dirimu. Tidak ada di dalam surga ini sesuatu yang lebih kucintai daripada dirimu. Segala puji bagi Allah yang Dia menjadikanmu untukku dan menjadikanku untukmu.” (Tafsir Ibni Katsir, 7/385)

Bidadari yang menjadi pasangan hamba yang beriman tersebut adalah gadis perawan yang tidak pernah digauli oleh seorang pun sebelum suami-suami mereka dari kalangan manusia dan jin. Mereka diibaratkan permata yakut yang bersih bening dan marjan yang putih karena bidadari surga memang berkulit putih yang bagus lagi bersih. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 385)

4. Surat ar-Rahman ayat 70
(70). فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ
Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.

Terkumpullah kecantikan lahir dan batin pada bidadari atau wanita surga itu. (Taisir al-Karimir Rahman hlm. 832)

5. Surat ar-Rahman ayat 72
(72). حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dan dipingit di dalam rumah.” (ar-Rahman: 72)
Rumah mereka dari mutiara. Mereka menyiapkan diri untuk suami mereka. Namun, bisa jadi mereka pun keluar berjalan-jalan di kebun-kebun dan taman-taman surga, sebagaimana hal ini biasa dilakukan oleh para putri raja dan yang semisalnya. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 832)

6. Surat ad-Dukhan ayat 51—54
(51). إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي مَقَامٍ أَمِينٍ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman,
(52). فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ
(yaitu) di dalam taman-taman dan mata-air-mata-air,
(53). يَلْبَسُونَ مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَقَابِلِينَ
mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan,
(54). كَذَٰلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.

Wanita yang berparas jelita dengan kecantikan yang luar biasa sempurna, dengan mata-mata mereka yang jeli, lebar, dan berbinar. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 775)

7.Ash Shaaffaat 48 - 49
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ (48)
كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ (49)
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya (qashiratuth tharf) dan jeli matanya, seakan-akan mereka adalah telur burung unta yang tersimpan dengan baik.” (ash-Shaffat: 48—49)

Qashiratuth tharf adalah afifat, yakni wanita-wanita yang menjaga kehormatan diri. Mereka tidak memandang lelaki selain suami mereka. Demikian kata Ibnu Abbas, Mujahid, Zaid bin Aslam, Qatadah, as-Suddi, dan selainnya.

Mata mereka bagus, indah, lebar, dan berbinar-binar. Tubuh mereka bersih dan indah dengan kulit yang bagus. Ibnu Abbas c berkata, “Mereka ibarat mutiara yang tersimpan.”2
Al-Imam al-Hasan al-Bashri t mengatakan, “Mereka terjaga, tidak pernah disentuh oleh tangan.” (Tafsir Ibni Katsir, 7/11)

Ini menunjukkan ketampanan lelaki dan kecantikan wanita di surga. Sebagiannya mencintai yang lain dengan cinta yang membuatnya tidak memiliki hasrat kepada yang lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka seluruhnya menjaga kehormatan diri, tidak ada hasad di dalam surga, tidak ada saling benci dan permusuhan, karena tidak adanya sebab yang bisa memicu ke sana. (Taisir al-Karimir ar-Rahman, hlm. 703)

Semoga Allah  memberi taufik dan hidayah  kepada kita untuk beramal dengan amalan yang dapat menyampaikan kepada ridha-Nya dan memasukkan kita ke negeri kemuliaan-Nya. Amin.

Comments