Kumpulan Hadits Ihwal Gempa Bumi

Nabi saw. bersabda: "Tidak akan terjadi hari simpulan zaman kecuali sehabis hilangnya ilmu, banyak terjadi gempa bumi, waktu berjalan dengan cepat, timbul aneka macam macam fitnah, pembunuhan, dan harta benda melimpah ruah kepada kalian." (HR. Bukhari)

Dari Anas ra., ia berkata; Nabi saw. yaitu orang yang paling baik, paling berani dan paling dermawan. Sungguh, pernah terjadi gempa bumi menimpa penduduk Madinah dan Nabi saw. orang yang mendahului mereka (mencari sumber gempa) dengan menunggang kuda, kemudian dia bersabda: "Kami temui (gempa itu) hanyalah lautan". (HR. Bukhari)

Dari Anas bin Malik ra., ia berkata; Pernah terjadi gempa bumi menimpa penduduk Madinah, kemudian Nabi saw. meminjam kuda kami yang dinamakan Mandub, kemudian dia bersabda: "Kami tidak mendapat gempa itu, namun yang kami temui hanyalah lautan". (HR. Bukhari)

Dari Qatadah, saya mendengar Anas bin Malik ra. berkata; Pernah terjadi gempa bumi di Madinah, kemudian Nabi saw. meminjam kuda milik Abu Thalhah yang dinamakan Mandub kemudian mengendarainya, kemudian (setelah kembali), Beliau bersabda: "Kami tidak mendapat gempa itu, namun yang kami temui hanyalah lautan". (HR. Bukhari)

Dari Anas bin Malik ra., bahwa penduduk Madinah pernah mengalami gempa bumi sesekali, kemudian Nabi saw. menunggang kuda milik Abu Thalhah yang jalannya lamban. Maka, tatkala kembali dia bersabda: "Kami dapatkan kuda kalian ini sangat cepat. Setelah itu kuda tersebut tidak lagi sanggup dikalahkan larinya". (HR. Bukhari)

Dari Anas ra., ia berkata; Nabi saw. yaitu insan yang paling baik dan paling berani. Pernah suatu hari penduduk Madinah mengalami gempa bumi di malam hari, kemudian mereka keluar mencari sumber gempa. Maka Nabi saw. mendahului mereka dan ketika kepanikan sudah hilang, dia kembali dengan menunggang kuda milik Abu Thalhah yang tidak berpelana sedang di lehernya tergantung sebilah pedang dan dia bersabda: "Janganlah kalian takut, janganlah kalian takut". (HR. Bukhari)

Rasulullah saw. bersabda: "Umatku yaitu umat yang terhormat, di darul abadi tidak akan mendapat siksa, siksa mereka yaitu di dunia; yakni dengan adanya fitnah, gempa bumi dan peperangan." (HR. Abu Dawud)

Ibnu Zughb Al-Iyadi telah menceritakan, ia berkata; Abdullah bin Hawalah Al-Azdi singgah di tempatku, kemudian ia berkata kepadaku; Rasulullah saw. mengutus kami untuk mendapat rampasan perang dengan berjalan kaki. Kemudian kami tidak mendapat sesuatu, dan dia mengetahui kondisi berat pada wajah kami. Kemudian dia bangun dan berdoa: “Ya Allah, janganlah engkau serahkan mereka kepadaku sehingga saya lemah (tidak kuat) menanggung mereka, dan janganlah Engkau serahkan diri mereka kepada mereka sehingga mereka tidak bisa menanggung diri mereka. Dan janganlah Engkau serahkan mereka kepada orang-orang sehingga mereka mementingkan diri mereka atas diri mereka". Kemudian dia meletakkan tanganku di atas kepalaku. Lalu dia bersabda: "Wahai anak Hawalah, apabila engkau melihat kekhilafahan telah turun di bumi yang disucikan, maka sungguh telah dekat tragedi gempa bumi dan aneka macam kesedihan serta peristiwa-peristiwa besar. Pada ketika itu, Hari Kiamat lebih dekat kepada orang-orang daripada tanganku ini dari kepalaku." Abu Dawud berkata; Abdullah bin Hawalah yaitu orang Himsh. (HR. Abu Dawud)

Bencana Gempa Bumi


Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Jika harta rampasan perang dimonopoli oleh kelompok tertentu, amanat dijadikan harta rampasan, zakat dijadikan sebagai denda, yang dipelajari selain ilmu agama, seorang suami tunduk kepada istrinya, durhaka kepada ibunya, bersahabat dengan sahabatnya, menjauh dari bapaknya, suara-suara mengeras di masjid-masjid, pemimpin suku yaitu orang yang fasik di antara mereka, pemimpin suatu kaum yaitu orang yang paling hina di antara mereka, seseorang dihormati alasannya yaitu dikhawatirkan kejahatannya, bermunculan para perempuan penyanyi (biduan) dan alat alat musik, meminum khamar, dan orang yang terakhir dari umat ini (kaum khalaf) melaknat orang-orang pendahulu (kaum salaf), maka tunggulah ketika itu akan datangnya; angin merah, gempa bumi, longsor, gerhana, fitnah, dan gejala simpulan zaman yang susul-menyusul menyerupai susunan aksesori yang lama yang terputus talinya kemudian susul-menyusul". (HR. Tirmidzi)

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Ya Allah, berkahilah kami di negeri Syam kami, Ya Allah, berkahilah kami di negeri Yaman kami." Mereka (para sahabat) berkata; "Dan di tempat Najd kami?" dia bersabda: "Ya Allah, berkahilah kami di negeri Syam kami, dan berkahilah kami di negeri Yaman kami." Mereka (para sahabat) berkata; "Dan di tempat Najd kami?" dia bersabda: "Di sana akan terjadi gempa bumi dan fitnah-fitnah." Atau dia bersabda: "Darinya akan muncul tanduk setan." (HR. Tirmidzi)

Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya umatku yaitu umat yang dikasihi, tidak ada siksa bagi mereka kelak di akhirat. Siksa mereka hanyalah ketika di dunia berupa pembunuhan, ujian dan gempa bumi". Abu An Nadlr berkata; "Gempa bumi, pembunuhan dan fitnah". (HR. Ahmad)

Dari Dhamrah bin Habib, bahwa Ibnu Zughbi Al-Iyadhi menceritakan kepadanya, ia berkata; Abdullah bin Hawalah Al-Azdi singgah ditempatku, ia berkata kepadaku; Rasulullah saw. mengutus kami ke tempat Madinah dengan berjalan kaki untuk mencari harta rampasan perang. Kami kembali tanpa mendapat apa pun. Beliau melihat keletihan di wajah-wajah kami. Beliau bangun menghampiri kami, kemudian bersabda; "Ya Allah! Janganlah Engkau serahkan mereka padaku hingga saya lemah, janganlah mereka Engkau telantarkan hingga mereka lemah, janganlah serahkan mereka pada orang-orang hingga mereka lebih mementingkan diri mereka sendiri." Selanjutnya Rasulullah saw. bersabda; "Sesungguhnya Syam, Romawi dan Persia akan ditaklukkan untuk kalian hingga salah seorang dari kalian mempunyai unta sekian dan sekian, sapi sekian dan sekian, dan kambing sekian dan sekian hingga salah satu diantara mereka diberi seratus dinar kemudian ia memarahinya." Beliau meletakkan tangan dia diatas kepalaku kemudian bersabda; "Hai Ibnu Hawalah! Bila kau melihat khilafah turun di tanah suci, maka telah dekatlah gempa bumi, bencana, dan hal-hal besar, dan simpulan zaman ketika itu lebih dekat pada insan melebihi tanganku ini dari kepalamu". (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dari Abdullah, ia berkata; telah terjadi gempa bumi pada masa Abdullah dan insiden tersebut diberitahukan, kemudian para sahabat berkata: “Kami para sahabat menganggap gejala (kebesaran Allah swt.) sebagai suatu keberkahan, sementara kalian menganggapnya sebagai hal yang menakutkan. Pernah ketika kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam sebuah perjalanan, tiba-tiba waktu shalat tiba, sementara kami tidak membawa air kecuali sedikit. Lalu Rasulullah saw. meminta air di baskom yang besar, dan dia meletakkan telapak tangannya padanya. Secara mengejutkan air memancar diantara jari-jemarinya kemudian dia menyeru: "Wahai para sahabat, kemarilah untuk mengambil air wudhu dan keberkahan dari Allah swt." Maka orang-orang mengambil wudhu, sementara saya tidak mempunyai harapan apa-apa, kecuali saya hanya ingin meminumnya dan memasukkan air tersebut ke dalam perut saya, alasannya yaitu dia bersabda: “Keberkahan dari Allah”. (HR. Ahmad)

Dari Dhamrah bin Habib, ia berkata: Saya mendengar Maslamah As-Sakuni -menurut riwayat Muhammad, Salamah As-Sakuni- ia berkata; Tatkala kami bersama Rasulullah saw., tiba-tiba seseorang berkata; " Wahai Rasulullah saw., apakah engkau diberi kuliner dari langit?”. Beliau menjawab: “Ya, saya diberi makanan”. Ia bertanya kembali; "Wahai Nabi Allah, apakah kuliner itu masih tersisa?". Beliau menjawab: "Ya". Ia bertanya lagi: “Apa yang diperbuat padanya?”. Beliau menjawab: "Telah diangkat kembali ke langit, dan telah diwahyukan kepada saya, bahwa saya tidak akan lama lagi tinggal bersamamu, kemudian kau akan terus hidup hingga kau berkata; "Kapan, kapan?” Lalu kau tiba kepada saya berkelompok-kelompok yang satu sama lain saling menghancurkan, menjelang terjadinya simpulan zaman akan ada maut yang mengerikan, dan setelahnya datanglah tahun-tahun yang penuh dengan gempa bumi”. (HR. Darimi)

Wallahu A’lam


Sumber: Lidwa Pustaka

Comments