Karomah Debu Muslim Al-Khaulani

Mengenal Abu Muslim Al-Khaulani

Dia berjulukan Abdullah bin Tsuwab, ada yang menyampaikan bin Tsawab, bin Atswab, bin Abdullah, bin Auf atau bin Masykam. Ada juga yang menyampaikan namanya yaitu Ya’qub bin Auf, lebih masyhur dipanggil dengan nama kuniahnya, yaitu Abu Muslim Al-Khaulani. Ia masuk Islam sebelum Nabi Muhammad saw. wafat, tetapi tidak pernah berjumpa dengan Nabi saw. Oleh alasannya itu, ia digolongkan sebagai seorang tabi’in.

Ia termasuk seorang tokoh tabi’in, orang yang kuat dan terpandang pada masanya. Waktunya banyak dipakai untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, ia juga memiliki banyak karomah.

Karomahnya

Selain dijelaskan dalam kitab-kitab tumpuan di atas, karomah Abu Muslim Al-Khaulani juga dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam kitab Majmu’ Fatawa maupun Al-Furqan Baina Awliya Ar-Rahman wa Awliya’us Syaithan, yaitu bahwa ia tidak mempan dibakar api, bahkan api menjadi hirau taacuh dan menyelamatkannya, sebagaimana dituturkan berikut ini: Ia dicari oleh Aswad Al-Unsy yang dikala itu mengaku-aku menjadi nabi. Ia bertanya kepada Abu Muslim Al-Khaulani, “Apakah engkau mengakui saya sebagai utusan Allah?” Abu Muslim menjawab, “Aku tidak mendengarnya.” Aswad Al-Unsy bertanya (lagi), “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad yaitu utusan Allah?” Ia menjawab, “Benar.” Aswad memerintahkan semoga menyiapkan api, kemudian ia dimasukkan dalam api itu. Orang-orang melihatnya, ia sedang melaksanakan shalat dalam api itu. Api itu menjadi hirau taacuh dan menyelamatkan dirinya.

Hal tersebut juga ibarat yang diriwayatkan oleh para ulama besar ibarat Al-Imam Al-Hafidh Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Hajar bin Abdullah An-Namiri (368-465 H./978-1071 M.) dalam kitabnya Al-Istiab Fi Ma’rifatil Ashhab, Al-Imam Al-Hafidh Abul Qasim Ali bin Al-Hasan ibn Hibatullah bin Abdullah As-Syafi’i yang masyhur dengan Ibnu Asakir (499-571 H.) dalam kitabnya Tarikh Madinah Dimasyq, Al-Imam Izzuddin bin Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdul Wahid Al-Jazari (555-630 H), yang masyhur dengan Imam Al-Atsir dalam kitab Usdul Ghabah Fi Tamziyis Shahabah, Al-Imam Al-Hafidh Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir bin Dhau’ bin Katsir bin Zara’ Al-Bashrawy Ad-Dimasyqy (700-774 H./1301-1373 M.) yang masyhur dipanggil dengan Imam Ibnu Katsir, dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah, Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Az-Dzahaby (748 H.) dalam kitabnya Mizanul I’tidal Fi Naqdir Rijal dan ulama besar lainnya.

Salah satu klarifikasi dari riwayat tersebut penulis ambilkan pola dari karya Al-Imam Al-Hafidh Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Ibnu Hajar bin Abdullah An-Namiry dalam kitab-nya Al-Istiab Fi Ma’rifatil Ashhab berikut ini: Aswad bin Qais bin Dzil Khimar mengaku-aku sebagai nabi di Yaman, ia minta semoga Abu Muslim (Al-Khaulani) dibawa kepadanya. Ketika datang, dia ditanya, “Apakah kau bersaksi bahwa saya yaitu utusan Allah?”, Abu Muslim menjawab, “Aku tidak pernah mendengar (hal itu).” Aswad bertanya (lagi), “Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad yaitu utusan Allah?” Ia menjawab, “Benar!” Aswad bertanya berulang-ulang, Abu Muslim pun menjawabnya beberapa kali, kemudian Aswad minta semoga disiapkan api besar. Setelah api berkobar, Abu Muslim dilemparkan ke dalam api, tetapi api itu tidak membahayakannya sama sekali. Lalu dikatakan kepadanya, asingkan dia darimu! Jika tidak, dia akan merusak orang yang mengikutimu. Kemudian ia diperintahkan untuk pergi. Abu Muslim kemudian tiba ke Madinah (Al-Munawwaroh), Rasulullah saw. telah wafat dan Abu Bakar menggantikannya. Abu Muslim menambatkan ontanya di depan pintu masjid, ia masuk masjid, shalat dua rakaat (di belakang) tiang. Umar bin Khattab melihatnya, mendekati dan berkata kepada-nya, “Dari mana kamu, wahai lelaki?” Abu Muslim menjawab, “Dari Yaman.” Umar bertanya, “Bagaimana isu pria yang dibakar api oleh pembohong besar?” Ia menjawab, “Itu Abdullah bin Tsiwab.” Umar berkata, “Aku bersumpah kepada Allah, bahwa pria itu yaitu kamu.” Ia menjawab, “Mudah-mudahan itu benar. Umar kemudian merangkulnya dan menangis, kemudian membawanya pergi kepada Abu Bakar, Abu Muslim didudukkan antara dia dan Abu Bakar. Abu Bakar kemudian berkata, “Al-Hamdulillah, Tuhan belum mewafatkanku, sehingga menyampaikan kepadaku pada masa umat Muhammad saw. seseorang diperlakukan ibarat apa yang pernah diperlakukan kepada (Nabi) Ibrahim, kekasih Allah as.”



Karomah yang lain adalah, ia diracun oleh budaknya sendiri, tetapi racun itu tidak mematikannya, karenanya budak wanita itu dimerdekakannya: Seorang budak wanita muda, milik Abu Muslim (Al-Khaulani) berkata kepada Abu Muslim, Wahai Abu Muslim semenjak usang saya masukkan ke makananmu racun, tapi saya melihat (sampai) hari ini racun tidak membahayakanmu. Abu Muslim bertanya, “Me-ngapa engkau berbuat demikian?” Perempuan itu menjawab, “Aku yaitu wanita muda yang ada di sisimu, tapi kau tidak menyuruhku untuk mendekat kepadamu, tidak pula menjualku.” Abu Muslim berkata. “Setiap saya akan makan selalu membaca, “Dengan menyebut nama Allah, sebaik-baik nama, tidak ada yang membahayakan dengan menyebut nama-Nya suatu penyakit. Ya Tuhan yang mengusai bumi dan Tuhan yang menguasai langit.”

Perempuan itu, karenanya dimerdekakan sebagaimana penuturan berikut: “Aku menciptakan racun dalam makananmu, tetapi tidak membahayakanmu.” Abu Muslim bertanya, “Mengapa?” Ia menjawab, “Aku ingin engkau secepatnya memerdekakanku.” Abu Muslim menjawab, “Pergilah, kini kau merdeka!”

Wallahu A’lam


Sumber: Buku “Kesahihan Dalil Keramat Wali” karya KH.M. Hanif Muslich, Lc.

Comments