Kisah Nabi Khidir Dan Sajian Dari Surga

Mas’ab bin Thabit bin Abdullah bin Zubair yaitu seorang yang rajin beribadah. Dia selalu berpuasa dan mengerjakan sholat tidak kurang dari seribu raka’at sehari semalam. Dia pernah berkata: “Ketika saya berada di dalam masjid sedangkan semua orang sudah pulang ke rumah masing-masing, tiba-tiba tiba seorang lelaki yang tidak saya kenal. Lelaki itu menyandarkan badannya di dinding masjid sambil berkata: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu bahwa saya berpuasa semenjak kemarin. Sampai kini pun saya masih berpuasa. Aku tidak mendapat kuliner dan minuman dan saya menginginkan al-Tharid (nama sebuah makanan). Berikanlah kepadaku ya Allah kuliner dari sisi Engkau”.

Tiba-tiba saya melihat seorang pelayan tiba membawa hidangan. Pelayan itu nampaknya tidak ibarat orang biasa. Orangnya tampan, higienis dan pakaiannya rapi. Dia berjalan ke arah lelaki yang berdoa tadi sambil meletakkan sajian itu di hadapannya. Lelaki itu pun membetulkan duduknya menghadap sajian itu. Sebelum merasakan kuliner itu beliau memandang ke arahku dan mengajakku semoga ikut makan bersamanya. Hatiku berkata: “Syukurlah beliau mengajakku makan bersama”. Ketika itu saya yakin kuliner itu didatangkan dari nirwana sehingga saya pun benar-benar ingin mencicipinya.



Baru sedikit saya mencicipi, saya sudah menduga bahwa kuliner itu bukan kuliner yang biasa ada di dunia ini. Sebenarnya saya merasa segan dan aib kepada lelaki yang tidak saya kenal itu. Belum lagi rasa kenyang perutku, saya sudah mengucapkan terima kasih dan pergi ke tempatku semula tadi. Tetapi saya masih terus memperhatikan lelaki itu. Setelah beliau tamat makan, tiba lagi pelayan tadi mengambil sajian itu. Dia pergi lagi ke arah kawasan tiba tadi. Lelaki yang gres tamat makan itu pun sudah bangkit dan akan pergi. Aku kejar beliau alasannya yaitu ingin tahu siapa beliau sebenarnya. Tetapi malangnya, beliau tiba-tiba saja menghilang dan saya tidak tahu ke mana perginya. Besar kemungkinan lelaki itu yaitu Nabi Khidir.

Wallahu A’lam


Sumber: Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani

Comments