Kredit Dan Kartu Kredit


Kredit dibolehkan dalam aturan jual-beli secara Islami. Kredit ialah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai tunai dengan jikalau dengan tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah : bai` bit taqshid atau bai` bits-tsaman `ajil. Gambaran umumnya ialah penjual dan pembeli setuju bertransaksi atas suatu barang (x) dengan harga yang sudah dipastikan nilainya (y) dengan masa pembayaran (pelunasan) (z) bulan.
Namun sebagai syarat harus dipenuhi ketentuan berikut :

  1. Harga harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya dilakukan kemudian. Misalnya : harga rumah 100 juta jikalau dibayar tunai dan 150 juta jikalau dibayar dalam tempo 5 tahun. 
  2. Tidak boleh diterapkan sistem perhitungan bunga apabila pelunasannya mengalami keterlambatan sebagaimana yang sering berlaku. 
  3. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktek bai` gharar (penipuan) Untuk lebih jelasnya biar sanggup dibedakan antara sistem kredit yang dibolehkan dan yang tidak, kami contohkan dua kasus sebagai berikut : 
Contoh 1 : 
Ahmad menunjukkan sepeda motor pada Budi dengan harga rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka ia minta pembayaran dicicil (kredit). 
Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan komitmen harga semenjak awal. 
Transaksi ibarat ini dibolehkan dalam Islam. 
Contoh 2 : 
Ali menunjukkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp. 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan ia terkena bunga 2 % dari Rp. 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan. 
Transaksi ibarat ini ialah riba, alasannya kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan pasti, tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang ibarat ini terang haram. 
Al-Qaradawi dalam buku HALAL HARAM menyampaikan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga diperkenankan. Rasulullah s.a.w. sendiri pernah membeli masakan dari orang Yahudi dengan tempo untuk nafkah keluarganya. 
Ada sementar pendapat yang menyampaikan bahwa jikalau si penjual itu menaikkan harga alasannya temponya, sebagaimana yang sekarang biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar bahwa pemanis harga itu berhubung persoalan waktu dan itu sama dengan riba. 
Tetapi jumhur (mayoritas) ulama membolehkan jual-beli kretdit ini, alasannya pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Jual-beli kredit tidak sanggup dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh alasannya itu seorang pedagang boleh menaikkan harga berdasarkan yang pantas, selama tidak hingga kepada batas pelecehan seksual dan kezaliman. 
Kalau hingga terjadi demikian, maka terang hukumnya haram. Imam Syaukani berkata: "Ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, Zaid bin Ali, al-Muayyid billah dan Jumhur beropini boleh berdasar umumnya dalil yang memutuskan boleh. Dan inilah yang kiranya lebih tepat." 

Kartu Kredit 
Di zaman ini berbelanja dengan memakai kartu kredit menyampaikan banyak kelebihan, selain urusan gengsi. 
Pertama, persoalan keamanan. 
Seseorang tidak perlu membaya uang tunai / cash kemana-mana. Cukup membawa sebuah kartu kredit dan biasanya kartu itu sanggup diterima dimanapun di penggalan dunia ini. Seseorang tidak perlu merasa khawatir untuk kecopetan, kecurian atau kehilangan uang tunainya. Bahkan jikalau kartu kredit ini hilang, seseorang cukup menghubungi penerbit kartu itu dan dalam hitungan detik kartu tersebut akan diblokir. 
Kedua, persoalan kepraktisan. 
Membawa uang tunai apalagi dalam jumlah yang besar tentu sangat tidak praktis. Dengan kartu kredit seseorang sanggup membawa uang dalam jumlah besar hanya dalam sebuah kartu. Ketiga, persoalan akses. Beberapa toko dan perusahaan tertentu hanya mendapatkan pembayaran melalui kartu kredit. Misalnya toko online di internet yang sangat mengandalkan pembayaran dengan kartu kredit. Kita tidak sanggup membeli sebuah produk di amazon.com dengan mengirim wessel pos. 
Namun tidak berarti kartu kredit itu sanggup sukses di setiap tempat. Untuk keperluan belanja kecil dan harian, penggunaan kartu kredit tidak banyak berguna. Untuk jajan bakso di ujung gang, masih sangat diharapkan uang tunai. Tukang bakso tidak mendapatkan American Visa dan sejenisnya. 
Selain itu dengan maraknya kasus carding atau pemalsuan kartu kredit di internet terutama dari Indonesia, sampai-sampai transaksi online jikalau pemesannya dari Indonesia tidak akan dilayani. Pada dasarnya, prinsip kartu kredit ini menyampaikan uang proteksi kepada pemegang kartu untuk berbelanja di tempat-tempat yang mendapatkan kartu tersebut. Setiap kali seseorang berbelanja, maka pihak penerbit kartu memberi proteksi uang untuk membayar harga belanjaan. 
Untuk itu seseorang akan dikenakan biaya beberapa persen dari uang yang dipinjamnya yang menjadi laba pihak penerbit kartu kredit. Biasanya uang proteksi itu jikalau segera dilunasi dan belum jatuh tempo tidak atau belum lagi dikenakan bunga, yaitu selama masa waktu tertentu contohnya satu bulan dari tanggal pembelian. 
Tapi jikalau telah lewat satu bulan itu dan tidak dilunasi, maka akan dikenakan bunga atas proteksi tersebut yang besarnya bervariasi antara masing-masing perusahaan. Makara jikalau dilihat secara syariah, kartu kredit itu mengandung dua hal. Pertama, proteksi tanpa bunga yaitu jikalau dilunasi sebelum jatuh tempo. Kedua, proteksi dengan bunga yaitu jikalau dilunasi sesudah jatuh tempo. 
Bila seseorang sanggup menjamin bahwa tidak akan jatuh pada opsi kedua, maka memakai kartu kredit untuk berbelanja ialah halal hukumnya. Tapi jikalau hingga jatuh pada opsi kedua, maka menjadi haram hukumnya alasannya memakai praktek riba yang diharamkan oleh Allah SWT. 

Comments