Bai`Ul Wafa`


Pengertian Bai` Wafa` adalah: Suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual menyampaikan kepada pembeli: saya jual barang ini dengan hutang darimu yang kamu berikan padaku dengan kesepakatan kalau saya telah melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali jadi milikku lagi. ( Al Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69 )
Menurut Ibnul `Abidin, Bai` Al Wafa` adalah: Suatu kesepakatan dimana seorang yang membutuhkan uang menjual barang yang tidak sanggup dipindah-pindah (real estate/property /`aqar) dengan kesepakatan kapan ia sanggup mengembalikan harga barang tersebut maka ia sanggup meminta kembali barang itu. (lihat; Ibnul `Abidin, Raddul Muhtar, vol.iv/p.257, Majallah Al Ahkam Al `Adliyah, bahan no. 118, 396-403).
Atau: seorang yang membutuhkan uang menjual real estate/real property (barang yang tidak sanggup dipindah-pindahkan seperti; rumah) dengan kesepakatan kalau ia sanggup melunasi (mengembalikan) harga tersebut maka ia sanggup mengambil (memiliki) kembali barang itu. ( Sayyid Sabiq, Fiqh Assunnah, vol.iii / p.166 )

Bai` Wafa` adalah: Suatu kesepakatan jual-beli yang mana pembeli berkomitmen sesudah tepat kesepakatan bai` untuk mengembalikan barang yang dibelinya kepada penjualnya sebagai ganti pengembalian harga barang tersebut. (Yakan Zuhdi, `Aqdul Bai`, p.131)
SEJARAH BAI` AL WAFA`:
Ketika kebutuhan untuk meminjam uang telah mulai menjadi suatu desakan ekonomi sementara pemilik modal (uang) tidak puas untuk sekedar meminjamkan uangnya tanpa mengambil laba sebagai kompensasi dari kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan atau membuatkan modal yang diinjamkannya kepada orang lain. Pada dikala yang sama peminjam uang tidak ingin kehilangan barang yang ia miliki alasannya ialah meminjam uang yaitu dengan menggadaikannya, sementara pemberi pertolongan dengan mengambil gadai barang sebagai jaminan tidak sanggup eksklusif mempunyai barang tersebut kalau peminjam uang tidak sanggup membayar atau melunasi hutangnya, melainkan harus melalui jalan berliku-liku yaitu menguangkan barang tersebut gres dilakukan perhitunagn dan diambail uang yang dipinjamkannya dari hasil penjualan tersebut.
Oleh alasannya ialah itu mulailah orang mencari jalan tengah yang memberi solusi inovatif untuk saling menguntungkan. Yaitu cara yang sanggup secara otomatis atau eksklusif mempunyai atau mengambil alih barang milik orang yang membutuhkan uang yang tidak sanggup melunasi atau mengganti harga barang tersebut selama jangka waktu tertentu, sementara pemberi hutang (baca; harga barang) sanggup mengambil laba dari uang yang ia berikan dengan melalui pemanfaatn barang tersebut atau menyewakanya atau menjualnya dengan selisih harga.
Sebaliknya orang yang butuh kepada uang pertolongan sanggup tetap menafaatkan barang yang telah ia jual (misalnya rumah) tanpa harus berpindah tangan yaitu dengan menyewanya dan sekaligus sanggup memilikinya kembali dengan mengembalikan harga barang yang telah dijualnya secara cicilan atau kontan sesudah selesai masa sewa.
Inilah sesungguhnya tujuan dan latar belakang timbulnya konsep mu`amalat `Bai` Al Wafa`` yang dikenal di undang-undang Perancis dengan menghindari ketentuan aturan `Antichrese` yang melarang pemberi pertolongan uang untuk mempunyai barang rohn/gadai, sementara pemberi pertolongan uang juga menghindar untuk menarik laba dari hutang yang dipinjamkan dengan praktek riba yang keji, yaitu dengancara rohn istighlal yang dikenal dengan kesepakatan menutupi/menghindari riba `Contrat Pignoratif` , maka mulailah undang-undang perancis selanjutnya undang-undang Qonun Milkiyah Libanon melegalkan konsep Bai` Al Wafa` untuk memberi kesempatan bagi peminjam mengambil laba dengan cara benar dan memberi kesempatan bagi peminjam uang untuk sanggup memanfatkan barang yang dijualnya serta impian untuk memilikinya lagi sesudah beberapa dikala masa sewa. (Yakan Zuhdi, `Aqdul Bai`, p.132)
KONSEP DASAR TRANSAKSI BAI` AL WAFA` DALAM SINERGI PRODUK PERBANKAN
Tahap 1. Pemilik menjual rumahnya kepada bank dengan harga tertentu
Tahap 2. Bank menyewakan/mengontrakkan rumah yang dibeli itu kepada pemilik tadi untuk jangka waktu tertentu.
Tahap 3. Setelah masa sewa/kontrak selesai, pemilik pertama akan membeli kembali rumahnya dari bank.
Celah Profitabilitas Bank:
1. Tingkat sewa pada jangka waktu tertentu
2. Harga rumah yang lebih tinggi pada dikala berakhirnya akad

Comments