Kisah Kerendahan Hati Para Kiai

Saya tidak abnormal dengan ndalem tersebut. Pertama kali aku menginjakkan kaki di sana bersama abah saya. 

"Kalau bandel dijewer mawon (saja), Kiai," kata abah kepada pemilik ndalem itu ketika menitipkan aku kepadanya. 

Pemilik ndalem itu yaitu KH. Masbuhin Faqih, Gresik. Ia sosok kiai yang tawadhu luar biasa kepada guru-gurunya. Beliau sering kisah betapa semua yang didapatkan hari ini tak lain dan tidak bukan sebab doa dari guru-gurunya. 

"Al-faqir ini orang yang bodoh, yang menciptakan pondok ini besar dan dipercaya masyarakat berkah dari keridhoan para guru," ucap Kiai Masbuhin dalam banyak sekali ceramahnya. 

Banyak pelajaran yang dia ceritakan pada para santri. Mengenai masa-masa dia selama nyantri di Langitan, Tuban. Salah satunya, selama 15 tahun nyantri dia tidak berani sekali pun melewati depan ndalem-nya Kiai Abdul Hadi Zahid maupun Kiai Abdullah Faqih. 

Pernah suatu ketika dia dicoba oleh Allah, ayahandanya tidak sanggup mengirimi uang; dan dia harus pamit pulang dari pesantren untuk membantu perekonomian keluarga di rumah. Beliau mengajar di madrasah yang ada di kawasan Tanggul, Gresik. 

Di tengah pengabdianya dalam mengajar untuk mencari nafkah, dia bermimpi dipanggil oleh Kiai Abdul Hadi Zahid untuk kembali ke Langitan. Karena ketaatannya pada guru, meski melalui mimpi, dia pun kembali ke Pesantren Langitan dengan kondisi ekonomi yang kesusahan. 

Ketaatan dan ketawadhuan itu tidak hilang sedikit pun hingga hari ini. Meski dia telah menjadi kiai besar sekali pun, terlihat setiap tahun, ketika haul Langitan. Salah satu kebiasaannya, dia tidak pernah menandakan kekiaianya di depan publik. Beliau rela duduk lesehan bersama alumni dan santri yang lain. Karena bagi beliau, ketika menginjakan kaki di Langitan, tetaplah santri, bukan kiai. 

Perangainya santun meneduhkan. Kepada siapa pun dia selalu murah senyum dan tawadhu. 

KH. Ulinnuha Arwani menghormati Syaikh Mahir dari Suriah
Gus Dur mencium tangan KH. Turaichan Kudus


Puncak Ilmu Agama Adalah Akhlak 

Pernah suatu hari Kiai Masbuhin sowan ke ndalem Habib Lutfi Pekalongan. Saat tamu yang lain pribadi naik ke lantai atas, dia dengan sabar menunggu panggilan di lantai bawah. 

"Kiai mboten (tidak) ke atas?" tanya salah satu pengunjung.

"Mboten wanton kulo (saya tidak berani)," jawab Kiai Masbuhin. Padahal Habib Lutfi sudah sering berkunjung ke pesantrennya.

Kiai Masbuhin tidak menandakan sedikit pun bahwa dia kiai besar di Gresik yang mempunyai santri ribuan dan pondok pesantren yang cabangnya tersebar di seluruh Nusantara. 

Kiai Mu'tashim Billah dan Kiai Masbuhin Faqih


Derajat Akhlak di atas Ilmu

Salah satu yang sering diajarkan Kiai Masbuhin Faqih yaitu puncak dari ilmu yaitu adab, sopan santun (akhlaqul karimah). 

Baru-baru ini viral foto Pengasuh Pondok Pesantren Pandanaran Kiai Mu'tasim Billah sowan ke ndalem Kiai Masbuhin Faqih. 

Lihatlah, adab dua mutiara tersebut. Penuh cinta dan saling merendah. Begitulah jikalau para ulama Nusantara bersua. 

Sumber: Situs PBNU

Comments