Bertasawuf Mencapai Ihsan

Tujuan Bertasawuf Dalam Mencapi Derajat IHSAN
Tasawuf atau sufisme ialah bab dari syari’ah Islamiyah, yakni wujud dari Ihsan, salah satu dari tiga kerangka fatwa Islam. Dua sebelumnya ialah Iman dan Islam. Oleh lantaran itu sikap sufi harus tetap berada dalam kerangka syari’ah Islam.

Al-Qusyairi mengatakan: “Seandainya kau melihat seseorang yang diberi kemampuan khusus (keramat), sehingga ia bisa terbang di angkasa, maka jangan terburu tergiur padanya, sehingga kau melihat bagaimana dia menjalankan perintah, meninggalkan larangan menjaga aturan yang ada.”

Sebagaimana dikatakan bahwa tasawuf ialah identik dengan Ihsan. Dalam hadits Nabi SAW dalam Sahih Muslim, Hadits No. 09;[11] arti ihsan ialah:

أن تعبد الله كأنك تراه فإنك إن لا تراه فإنه يراك

“Beribadahlah kalian kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, bila kalian tidak bisa melihat-Nya, maka Ketahuilah bahwa Dia melihat kita”.


Pernyataan ini mengandung makna ibadah dengan penuh nrimo dan khusyu’, penuh ketundukan dengan cara yang baik.[12] Namun dalam pandangan penulis Hadits di atas mengindikasikan ada dua maqam (tingkatan) dalam beribadah, yaitu: pertama, maqam musyahadah; bisa melihat Allah dengan mata hati atau ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kedua, maqam muraqabah; bisa menghadirkan Allah dalam kesehariannya, sehingga memunculkan rasa diawasi Allah. Kedua maqam itu sama-sama akan memperlihatkan efek khusu’ dalam beribadah. Dan ilmu tasawuf berusaha mencapai kedua maqam itu dan maqam-maqam yang lain.

Ihsan mencakup semua tingkah laris muslim, baik tindakan lahir maupun tindakan batin, dalam ibadah maupun muamalah, alasannya ialah ihsan ialah jiwa atau roh dari iman dan islam. Iman sebagai pondasi yang ada pada jiwa seseorang dari hasil perpaduan antara ilmu dan keyakinan, penjelmaannya yang berupa tindakan badaniah (ibadah lahiriah) disebut Islam. Perpaduan antara iman dan islam pada diri seseorang akan berkembang menjadi dalam langsung dalam bentuk sopan santun al-karimah atau disebut ihsan. sebagaimana tersebut dalam surat Luqman/31: 22.

Oleh lantaran itu, maka kedudukan tasawuf dalam fatwa Islam ialah sebuah bab yang tidak sanggup dipisahkan dari fatwa Islam itu sendiri. Karena memang dasar referensi dalam tasawuf ialah al-Qur’an, al-Sunnah dan al-Atsar (peninggalan) para ulama terpercaya.

Maka dalam keyakinan ini pula, Imam al-Syatibi dalam kitabnya al-I’tisham membela mati-matian tasawuf dan para sufi dari tuduhan orang-orang yang menuduhnya sebagai ilmu yang keluar dari syariat Islam dan membersihkan para sufi dari julukan sebagai hebat bid’ah, bahkan dia sebaliknya menjuluki orang yang menolak tasawuf dan para sufi sebagai orang kurang cerdik yang hebat bid’ah. Dan dia menegaskan bahwa para sufi ialah orang selalu menimbang awal perbuatan dan perkataannya dengan itba’ sunnah Nabi dan menjauhi segala yang dihentikan dan bertentangan dengan sunnah Nabi.

Dukungan dan pembelaan terhadap tasawuf dan sufi tidak hanya tiba dari Imam Syatibi sendirian, namum hampir sebagian besar ulama tradisional dan modern pun turut memperkuat barisan ini, ibarat dituliskan Syekh Yusuf al-Rifa’i dalam bukunya bahwa diantara ulama-ulama tradisional (salaf) yang mendukung tasawuf dan para sufi ialah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abdul Qahir al-Bagdadi, Imam Ghazali, Imam al-Razi, Imam Izzuddin Abd. Salam, Imam Nawawi, Imam Taj al-Din al-Subki, Imam Suyuthi dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan ulama kontemporer, Syekh Yusuf al-Rifa’i mencantumkan fatwa-fatwa mufti timur tengah, yaitu: Syekh Muhammad al-Sayid al-Thanthawi (Syekh al-Azhar yang mantan mufti Mesir), Syekh Ahmad Kaftar (Mufti Suriah), Syekh Muhammad bin Ahmad Hasan al-Khozrazi (mantan menteri wakaf dan urusan Islam Uni Emirat Arab), Syekh Nuh Salman (Mufti militer Yordania), Stekh Hasan Kholid (Mufti Lebanon) dan Syekh al-Sayid Muhammad Abd. Rahman bin Syekh Abu Bakar bin Salim (Mufti Juzur Qamar). 


Jemputan Artikel : http://peperonity.com/go/sites/mview/thoriqoh.tasawuf/28944886

Sumber http://tarekataulia.blogspot.com/

Comments