Mantiq Al-Tayr (Musyawarah Para Burung) - Karya Fariduddin Attar


Mantiq Al-Tayr (Musyawarah Burung) merupakan karya yang paling fenomenal dari Fariduddin Attar. Kitab itu berisi pengalaman spiritual yang pernah dilaluinya untuk mencari makan dan hakikat hidup. Attar menuangkan pengalamannya itu melalui sebuah kisah perjalanan sekawanan burung biar lebih gampang dimengerti.

Dengan gaya bertutur, kitab itu mengisahkan perjalanan sekawanan burung untuk mencari raja burung yang disebut sebagai Simurgh di puncak Gunung Kaf yang agung. Sebelum menempuh perjalanan, berkumpulah segala burung di dunia untuk bermusyawarah. Tujuan mereka hanya satu yakni mencari raja. Dalam perjalanan itu, para burung yang dipimpin oleh Hud-hud harus melalui tujuh lembah.

Ribuan burung sedunia pun berangkat. Namun yang berhasil bertemu denga sang raja hanyalah 30 ekor saja. Tujuh lembah yang dikisahkan dalam kisah itu melambangkan tingkatan-tingkatan kerohanian yang telah dilalui Attar selama berkelana mencari hakikat hidup.


Mantiq Al-Tayr (Musyawarah Burung) - Karya Fariduddin Attar

Ketujuh lembah yang harus ditempuh untuk sanggup bertemu dengan Sang Khalik itu ialah :

1. Lembah pencarian
Inilah lembah pertama yang harus dilalui seorang pencari dalam menjalani kehidupan spiritualnya. Aneka ragam godaan duniawi akan menghampiri dan itu harus bisa ditaklukkan. Para pencari diharuskan berjuang dengan gigih untuk mendapat cahaya tuhan yang didambanya dengan menghilangkan hasrat-hasrat duniawinya. Hasrat duniawi ini jangan diertikan dengan meninggalkan dunia sepenuhnya

2. Lembah Cinta
Setelah melalui lembah pertama, sang pencari harus menemukan cinta sejati dalam dirinya untuk sanggup menghalau tangan hitam nalar yang menutupi ketajaman mata batin. Hanya dengan mata batinlah para pencari kebenaran ini sanggup melihat realiti apa adanya. Mata hati tidak sanggup dibohongi. Dalam kecintaannya, seorang pencari haruslah mempunyai kesudian untuk mengorbankan apa-apa darinya demi yang diharapkannya yang dicintanya. Keikhlasan dalam berkorban mengatakan seberapa besar cintanya pada kekasihnya.

3. Lembah Kearifan
Dengan mata hati yang terbuka, seorang pencari sanggup melihat terang realiti ciptaanNya. Dengan begitu, kearifan akan menyertai kehidupannya. Jalan makrifat sanggup dilalui dengan cara tata cara ibadah yang khusyuk, dan latihan-latihan penempaan dalam diri. Tentu sesudah melalui jalan cinta.

4. Lembah Kebebasan
Lembah ini merupakan tahapan yang harus dilalui para pencari yang sudah bisa menghilangkan nafsu untuk mendapat sesuatu dengan gampang atau dengan ikhtiar biasa. Dalam tingkatan ini kesibukan seorang pencari akan fokus pada hal-hal yang utama dan hakiki. Dia melihat segala seakan biasa, tanpa ada yang menakjubkan.

5. Lembah Keesaan Murni
Lembah keesaan murni sebuah lambang wujud, di mana dalam jagat raya ini hanya ada satu wujud yaitu wujud Tuhan.

6. Lembah Ketakjuban
Di lembah ini sang pencari akan mengalami ketakjuban luar biasa alasannya ialah semua menjadi serba terbalik. Siang jadi malam, malam jadi siang, semuanya serba berubah.

7. Lembah Ketiadaan
Inilah lembah terakhir dari sebuah pencarian. Ketika hingga pada level ini, sang pencari akan menemukan dirinya secara utuh. Yang ditemukannya hanyalah dirinya dan hakikat dirinya. Setelah tahap inipun sang pencari akan menemukan simurgh yang tak lain ialah hakikat dirinya sendiri.


Attar Pewangi Para Penyair

Bait demi bait puisi sufistik yang dirangkainya begitu melegenda. Sosok dan karya sastra yang ditorehkannya telah menjadi pandangan gres bagi para pujangga di tanah Persia, salah satunya penyair termashur sekelas Jalaluddin Rumi. Penyair sufi legendaris yang masih besar lengan berkuasa hingga masa ke-21 itu dikenal dengan nama pena Fariduddin Attar, si penyebar kedaluwarsa yang dalam bahasa Persia disebut Attar.

Nama lengkapnya ialah Abu Hamid bin Abu Bakr Ibrahim. Jejak hidupnya tak terlalu banyak terungkap. Syahdan, Attar terlahir di Nishapur, sebelah barat bahari Persia. Ia dijuluki dengan nama Attar karena profesinya sebagai spesialis farmasi. Attar ialah seorang anak hebat farmasi di kota Nishapur yang terbilang cukup kaya.

Attar muda menimba ilmu kedokteran, bahasa Arab dan teosofi di sebuah madrasah (perguruan tinggi) yang terletak di sekitar kawasan suci Imam Reza di Mashhad. Menurut catatan yang tertera pada buku yang ditulisnya Mosibat Nameh (Buku Penderitaan), pada ketika cerdik balig cukup akal beliau bekerja di toko obat atau apotek milik sang ayah. Attar bertugas untuk meracik obat dan mengurus pasien.

Ia kemudian mewarisi toko obat itu, sesudah sang ayah wafat. Setiap hari Attar harus berhadapan dan melayani pasien yang berasal dari kaum tak berpunya. Suatu hari seorang fakir berpakaian jubah singgah ke apoteknya. Konon, si fakir itu kemudian menangis begitu menghirup aroma wewangian yang menebar di apotek milik Attar.

Menduga si fakir akan meminta-minta, Attar pun mencoba mengusirnya. Namun, si fakir berkukuh tak mau pergi dari kawasan perjuangan Attar. Lalu si fakir berkata pada Attar, ''Tak sulit bagiku untuk meninggalkan apotekmu ini dan mengucapkan selamat tinggal kepada dunia yang bobrok ini. Yang menempel di badanku hanyalah jubah yang lusuh ini. Aku justru merasa kasihan kepadamu, bagaimana kau meninggalkan dunia ini dengan harta yang kau miliki.''

Sesaat sesudah melontarkan kata-kata yang menghujam di hati Attar, si fakir itu kemudian meninggal dunia di depan kios obat. Pertemuannya dengan si fakir kemudian mengubah garis kehidupannya. Ia memutuskan menutup kios obatnya dan menentukan berkelana mencari guru-guru sufi. Yang dicarinya hanya satu, yakni hakikat kehidupan.

Laiknya si fakir yang singgah di toko obatnya, Attar berkelana dari satu negeri ke negeri lainnya untuk bertemu dengan syekh - pemimpin tarekat sufi. Beberapa negeri yang disinggahinya antara lain, Ray, Kufah, Makkah, Damaskus, Turkistan, hingga India. Di setiap syekh yang ditemuinya, Attar mempelajari tarekat dan menjalani kehidupan di khaniqah (tempat-tempat berkumpul untuk latihan dan praktik spiritual).

Setelah menemukan hakikat hidup yang dicarinya melalui sebuah perjalanan panjang, Attar memutuskan kembali ke kota kelahirannya Nishapur dan membuka kembali toko obat yang sempat ditutupnya. Pengalaman pencarian makna dan hakikat hidup yang dilakoninya itu dituangkan dalam Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung). Sebuah karya yang fenomenal.

Di kota kelahirannya, Attar berupaya untuk membuatkan anutan sufi. Ia pun memberi santunan yang amat besar pada dunia sufi dengan menuliskan kumpulan kisah para sufi sebelumnya dalam kitab Tadzkiratul Awliya. Karya yang ditulisnya itu sedikit banyak telah mempengaruhi pemikiran Attar. Ia pun getol menulis puisi-puisi sufi. Begitu banyak puisi yang berhasil dituliskan sang penyair sufi legendaris itu. Namun, ada bermacam-macam versi mengenai jumlah niscaya puisi yang dibentuk sang penyair. Reza Gholikan Hedayat, misalnya, menyebutkan jumlah buku puisi yang dihasilkan Attar mencapai 190 dan berisi 100 ribu sajak dua baris (distich). Sedangkan Firdowsi Shahname menyebutkan jumlah puisi yang ditulis Attar mencapai 60 ribu bait.

Ada pula sumber yang menyebutkan jumlah buku puisi yang ditulis Attar mencapai 114 atau sama dengan jumlah surat dalam Alquran. Namun, studi yang lebih realistis memperkirakan puisi yang ditulis Attar mencapai sembilan hingga 12 volume. Secara umum, karya-karya Attar sanggup dibagi ke dalam tiga kategori.

Pertama, puisi yang ditulisnya lebih bernuansa tasawuf atau sufistik yang menggambarkan keseimbangan yang sempurna. Kategori pertama ini dikemas dengan seni kisah bertutur. Kedua, puisi-puisi yang ditulisnya bertujuan untuk menyangkal acara panteisme. Ketiga, puisi-puisi yang berisi sanjungan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Salah satu karya yang utama dari Attar berjudul Asrar Nameh (Kitab Rahasia). Karya lainnya yang terkenal dari Attar ialah Elahi Nameh wacana zuhud dan pertapaan. Kitab Asrar Nameh itu konon dihadiahkan kepada Maulana Jalaludin Rumi ketika keluarganya tinggal di Nishapur dalam sebuah perjalanan menuju Konya.

Syahdan, dalam pertemuan dengan Rumi yang ketika itu masih kecil, Attar meramalkan bahwa Rumi akan menjadi seorang tokoh besar dan terkenal. Ramalan itu ternyata benar-benar terbukti. Attar meninggal dunia di usianya yang ke-70 tahun. Ia ditawan dan kemudian dihukum oleh pasukan Tentara Mongol yang melaksanakan invasi ke wilayah Nishapur pada 1221 M. Kisah ajal seorang Attar bercampur antara legenda dan spekulasi.

Menurut sebuah cerita, Attar dipenjara oleh tentara Mongol. Lalu seseorang tiba dan mencoba menebusnya dengan ribuan batang perak. Namun, Attar menyarankan biar Mongol tak melepaskannya. Tentara Mongol mengira penolakan itu dilakukan biar tebusan yang diberikan lebih besar. Setelah itu tiba lagi orang lain yang membawa sekarung jerami untuk menebus Attar. Kali ini Attar meminta biar Mongol melepaskannya. Tentara Mongol pun murka besar dan kemudian memotong kepala Attar.

Attar dimakamkan di Shadyakh. Makamnya yang megah dibangun Ali-Shir Nava'i pada masa ke-16. Sosok Attar hingga sekarang masih tenar dan terkenal di Iran. Tak heran, jika makamnya banyak dikunjungi para peziarah.


Sumber : https://romanacinta.blogspot.com/search?q=mantiq-al-tayr-musyawarah-burung-karya

Sumber http://tarekataulia.blogspot.com/

Comments