Zainab Binti Jahsy

Pernikahan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dengan Zainab binti Jahsy didasarkan pada perintah Allah sebagai tanggapan terhadap tradisi jahiliah. Zainab binti Jahsy ialah istri Rasulullah yang berasal dan kalangan kerabat sendiri. Zainab ialah anak perempuan dan bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Beliau sangat menyayangi Zainab.
Nasab dan Masa Pertumbuhannya
Nama lengkap Zainab ialah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, namanya ialah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab sehabis menikah dengan beliau. Ibu dari Zainab berjulukan Umaimah binti Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelurn kenabian. Ayahnya ialah Jahsy bin Ri’ab. Dia tergolong pernimpin Quraisy yang gemar memberi dan berakhlak baik. Zainab yang bagus dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran kalau orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.

Zainab termasuk perempuan pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah




Pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah

Terdapat beberapa ayat A1-Qur’an yang mernerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan. Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah ialah budak Rasulullah yang sangat ia sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya alasannya ialah diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid r.a., kemudian dihadiahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

Ayah Zaid, Haritsah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid menentukan antara tetap bersama ia atau kembali pada orang bau tanah dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku ialah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Ketika Islam datang, Zaid ialah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di erat Nabi, terutama sehabis dia rneninggalkan Mekah, sehingga ia sangat mencintainya, bahkan ia pernah bersabda wacana Zaid,
“Orang yang saya cintai ialah orang yang telah Allah dan saya beri nikmat. (HR. Ahmad)

Allah telah memperlihatkan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, ia mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, ia niscaya menjadikannya sebagai pengganti beliau.”

Masih banyak riwayat yang menandakan kedudukan Zaid di sisi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.. Sesampainya di Madinah ia meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis bagus dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka berdua dan menandakan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka :
Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) wacana urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36)

Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun bergotong-royong Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui ijab kabul itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. ingin memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan di antara insan kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik.

Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan. Akan tetapi, Zainab tetap tidak sanggup mendapatkan ijab kabul tersebut alasannya ialah ada perbedaan yang jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti pesan yang tersirat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak bisa lagi hidup bersama Zainab.

Mendengar itu, ia bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.” Kemudian ia mengingatkan bahwa ijab kabul itu merupakan perintah Allah. Beberapa dikala kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laris Zainab sudah tidak sanggup dikendalikan, karenanya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah.

Prinsip dasar yang melatarbelakangi ijab kabul Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy ialah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, ibarat halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan kalau kau tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab : 5)

Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui kekerabatan darah dan meminta hak waris dan orang bau tanah angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab sehabis bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu semoga Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Allah memperlihatkan peringatan sekali lagi dalam ayat :
“Dan (ingatlah), ketika kau berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kau menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kau takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kau takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kau dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila bawah umur angkat itu telah menuntaskan keperluan daripada istrinya. Dan ialah ketetapan Allah itu niscaya terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)

Ayat di atas merupakan perintah Allah semoga Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru wacana kedudukan anak angkat.


Menjadi Ummul-Mukminin

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab wacana perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar gosip tersebut, dan pesta ijab kabul pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah.

Zainab mulai memasuki rurnah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin kalau memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya ia selalu meminta izin. Kebiasaan ibarat itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.

Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar-besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang berbunyi,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang pria di antara kamu, tetapi dia ialah Rasulullah dan epilog nabi-nabi…. “ (Qs. Al-Ahzab: 40)

Zainab berkata kepada Nabi, “Aku ialah istrimu yang terbesar haknya atasmu, saya utusan yang terbaik di antara mereka, dan saya pula kerabat paling erat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dan langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku ialah anak bibimu. Engkau tidak mempunyai kekerabatan kerabat dengan mereka ibarat halnya denganku.” Zainab sangat menyayangi Rasulullah dan mencicipi hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai eksekusi atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab perempuan Yahudiyah itu.

Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.


Wafatnya

Zainab binti Jahsy ialah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau, yaitu pada tahun kedua puluh hijrah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalarn usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Dalarn sebuah riwayat dikatakan bahwa Zainab berkata menjelang ajalnya, “Aku telah rnenyiapkan kain kafanku, tetapi Umar akan mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian sanggup berinfak dengan sernua hak-hakku, kerjakanlah dari sisi yang lain.” Sernasa hidupnya, Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan Allah.

Tentang Zainab, Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat perempuan yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk sanggup bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang mempunyai watak yang keras.”

Semoga Allah memperlihatkan kemuliaan kepadanya (Sayyidah Zainab Binti Jahsy) di darul abadi dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
Sumber :
- Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh.


Comments