Luqathah


Luqathah secara bahasa sanggup disebutkan dengan 4 sebutan berdasarkan Ibnu Malik, spesialis ilmu nahwu (grammar bahasa arab).
Pertama : (لقاطة) Luqaathah, yaitu dengan memanjangkan aksara qaaf.
Kedua, (لقطة) Luqthah, yaitu dengan mendhammahkan aksara laam dan mensukunkan aksara qaaf.
Ketiga, (لقطة) Luqathah, sebagaimana yang akan kita pakai dalam kuliah ini.
Keempat, [لقط] Laqath.
Secara bahasa ialah sesuatu yang ditemukan. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :
فالتقطه آل فرعون
Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang balasannya beliau menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya ialah orang-orang yang bersalah. (QS. Al-Qashash : 8)

Sedangkan secara syar'i di dalam kitab Mughni Al-Muhtaj disebutkan ialah : segala benda yang ditemukan di daerah yang tidak dikuasai seseorang, baik berbentuk harta mapun barang, yang hilang dari pemiliknya, alasannya ialah lengah atau terjatuh, dimana barang itu bukan milik kafir harbi, sedangkan orang yang menemukannya tidak mengenal siapa pemiliknya".
Dengan definisi di atas, maka jikalau suatu benda ditemukan di dalam area dimiliki oleh seseorang, bukan termasuk luqathah.
Bisa dikatakan bahwa Luqathah ialah harta yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain. Bila seseorang menemukan harta yang hilang dari pemiliknya, para ulama berbeda pendapat perihal tindakan / perilaku yang harus dilakukan.
Bila Menemukan Barang Hilang. Apa Yang Harus Dilakukan?
a. Al-Hanafiyah menyampaikan disunnahkan untuk menyimpannya barang itu bilang barang itu diyakini akan kondusif jikalau ditangan anda untuk nantinya diserahkan kepada pemiliknya. Tapi jikalau tidak akan aman, maka sebaiknya tidak diambil. Sedangkan jikalau mengambilnya dengan niat untuk dimiliki sendiri, maka hukumnya haram.
b. Al-Malikiyah menyampaikan jikalau seseorang tahu bahwa dirinya suka berkhianat atas hata oang yang ada padanya, maka haram baginya untuk menyimpannya.
c. Asy-Syafi`iyyah berkata bahwa jikalau dirinya ialah orang yang amanah, maka disunnahkan untuk menyimpannya untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Karena dengan menyimpannya berarti ikut menjaganya dari kehilangan.
d. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ra. menyampaikan bahwa yang utama ialah meninggalkan harta itu dan tidak menyimpannya.
Kewajiban Buat Orang Yang Menemukan Barang Hilang
Islam mewajibkan bagi orang yang menemukan barang hilang untuk mengumumkannya kepada khalayak ramai. Dan masa penngumuman itu berlaku selama satu tahun. Hal itu berdasarkan perintah Rasulullah SAW ,”Umumkanlah selama masa waktu setahun”.
Pengumuman itu di masa Rasulullah SAW dilakukan di pintu-pintu masjid dan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang ibarat pasar, daerah resepsi dan sebagainya.
Bila Tidak Ada Yang Mengakui
Bila telah lewat masa waktu setahun tapi tidak ada yang tiba mengakuinya, maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian menyampaikan bolehlah bagi penemu untuk mempunyai harta itu jikalau memang telah berusaha mengumumkan barang temua itu selama setahun lamanya dan tidak ada seorangpun yang mengakuinya. Hal ini berlaku umum, baik penemu itu miskin ataupun kaya.
Pendapat ini didukung oleh Imam Malik ra., Imam Asy-Syafi`i ra. dan Imam Ahmad bin Hanbal ra. Sedangkan Imam Abu Hanifah ra. menyampaikan hanya boleh dilakukan jikalau penemunya orang miskin dan sangat membutuhkan saja.
Tapi jikalau suatu dikala pemiliknya tiba dan telah cocok bukti-bukti kepemilikannya, maka barang itu harus dikembalikan kepada pemilik aslinya. Bila harta temuan itu telah habis, maka beliau wajib menggantinya.
Namun para ulama juga menyampaikan jikalau barang tersebut adala barang yang tidak bernilai, maka tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya, apalagi jikalau untuk mengembalikan atau mengumumkannya membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal.
Misalnya yang hilang ialah peniti, jarum atau sikat gigi. Barang-barang itu secara umum termasuk kategori haqir, yaitu sesuatu yang tidak ada nilainya, asal tidak terbuat dari emas murni 24 karat dan beratnya mencapai 1/2 Kg.

Comments